Hutan Larangan Adat Rumbio
Buku Harian
Senin, 12 Mei 2014
Jumat, 09 Mei 2014
PRAKTIKUM
LAPORAN PRAKTIKUM
Fisiologi
Hewan III
Oleh: Trisna Wati (III)
RESPIRASI
A. Judul
1.
Respirasi serangga
2.
Respirasi ikan
B. Tujuan dan manfaat
1.
Respirasi serangga
Tujuan: mengukur
penggunaan oksigen oleh serangga dalam selang waktu tertentu dengan menggunakan
alat mikrorespirometer
Manfaat: dapat
mengetahui cara mengukur penggunaan oksigen oleh serangga dalam selang waktu
tertu dengan menggunakan alat mikrorespirometer dan menambah wawasan praktikan
juga.
2.
Respirasi ikan
Tujuan: mengukur
konsumsi oksigen ikan dengan metode Winkler
Manfaat: dapat
mengetahui cara mengukur konsumsi
oksigen ikan dengan menggunakan metode Winkler dan menambah wawasan praktikan
juga.
C. Landasan teori
Laju
metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh
per satuan waktu (Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan erat dengan
respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul
makanan yang bergantung pada adanya oksigen (Tobin, 2005). Secara sederhana,
reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6
+ 6O2 → 6CO2 + 6H2O + ATP
(Tobin,
2005).
Laju
metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang
dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu.Hal ini memungkinkan karena oksidasi
dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk
menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya.Akan tetapi, laju
metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen.
Serangga
mempunyai alat pernapasan khusus berupa sistem trakea, yang terbuat dari pipa
yang becabang di seluruh tubuh, merupakan salah satu variasi dari permukaan
respirasi internal yang melipat-lipat dan pipa yang terbesar itulah yang
disebut trakea.Bagi seekor serangga kecil, proses difusi saja dapat membawa
cukup O2 dari udara ke sistem trakea dan membuang cukup CO2
untuk mendukung sistem respirasi seluler.Serangga yang lebih besar dengan
kebutuhan energi yang lebih tinggi memventilasi sistem trakeanya dengan
pergerakan tubuh berirama (ritmik) yang memampatkan dan mengembungkan pipa
udara seperti alat penghembus (Campbell, 2005).
Beberapa
faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies
hewan, ukuran badan, dan aktivitas (Tobin, 2005). Laju konsumsi oksigen dapat
ditentukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan
mikrorespirometer, metode Winkler, maupun respirometer Scholander.
Penggunaan
masing-masing cara didasarkan pada jenis hewan yang akan diukur laju konsumsi
oksigennya. Mikrorespirometer dipakai untuk mengukur konsumsi oksigen hewan
yang berukuran kecil seperti serangga atau laba-laba.
Metode
Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen yang terlarut
di dalam air (Anonim, wikipedia.org). Dalam metode ini, kadar Oksigen dalam air
ditentukan dengan cara titrasi. Titrasi merupakan penambahan suatu larutan yang
telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) ke dalam larutan lain yang
tidak diketahui konsentrasinya secara bertahap sampai terjadi kesetimbangan
(Chang, 1996).
Dengan metode
Wingkler, kita dapat mengetahui banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh hewan
air seperti ikan.
Menurut
Salmin (2005), oksigen terlarut (DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolism atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan
energy untuk pertumbuhan dan pembiakan. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen
akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas.
Sistem
pernapasan serangga sangat berbeda dengan sistem pernapasan pada hewan lain.
Melalui sejumlah percabangan saluran udara pada sistem trakea, oksigen langsung
dibawa ke jaringan, jadi tidak dilaksanakan melalui aliran darah.Distribusi
oksigen dan pengeluaran karbondioksida tidak dilakukan lewat sistem
peredaran.Tapi melalui difusi, oleh karena itu tubuh serangga pada umumnya
berukuran kecil (Darmadi goenarso, 2005).
Namun, pada
beberapa spesies, difusi ini dibantu dengan gerakan ritmis toraks atau
abdomen.Cara mengalirkan udara (ventilasi) seperti itu, misalnya pada belalang
yaitu spirakel dibuka dan ditutup bergantian, sehingga udara dapat masuk ke
tubuh lewat spirakel toraks dan keluar lewat spirakel abdomen.Selain itu,
serangga dapat mengendalikan laju masuknya oksigen ke jaringan. Bila terjadi
peningkatan aktivitas otot (pada saat terbang), akan terjadi penumpukan asam
laktat di jaringan. Akibatnya tekanan osmosis cairan jaringan meningkat hingga
cairan di trakeol terserap masuk, sehingga jalan udara lebih leluasa mencapai
jaringan dan difusi oksigen ke jaringan lebih cepat (Darmadi goenarso, 2005).
Proses
respirasi pada serangga, sama dengan pada organisme lain, merupakan proses
pengambilan oksigen (O2), untuk diproses dalam mitokhondria. Baik
serangga terestrial maupun akuatik membutuhkan O2 dan membuang CO2,
namun pada keduanya terdapat perbedaan jelas: di udara terdapat kl. 20%
oksigen, sedang di air 10%.Oleh karenanya kecepatan diffusinya juga berbeda, di
air 3 x 106 lebih kecil daripada kecepatan diffusi O2 di udara.
Sistem
pernafasan pada serangga mengenal dua sistem, yaitu sistem terbuka dan sistem
tertutup. Digunakan alat atau organ yang disebut spirakulum (spiracle), juga tabung-tabung trakhea dan trakheola.
Tekanan total dari udara sebenarnya merupakan jumlah tekanan gas N2,
O2, CO2 dan gas-gas lain. O2 sendiri masuk ke
dalam jaringan dengan satu proses tunggal yaitu adanya tekanan udara dalam
jaringan. Tekanan O2 dengan demikian harus lebih besar daripada
tekanan udara dalam jaringan, sebaliknya tekanan CO2 dalam jaringan
harus lebih besar dibanding yang ada di udara.
Pada umumnya
serangga akuatik kecil luas permukaan tubuhnya lebih besar daripada volumenya,
sehingga diffusi O2 dapat berjalan dengan baik berhubung luas
permukaan yang cukup untuk akomodasi aliran O2 dari luar
tubuh.Sebaliknya pada serangga yang ukurannya lebih besar, harus dibantu dengan
menggunakan kantung udara (air-sacs), yang mengumpulkan udara dengan mekanisme
kontraksi, yang harus didukung oleh suatu sistem pemanfaatan energi.Contohnya
pada beberapa jenis belalang yang mampu hidup di dalam air.
Sistem
respirasi terbuka banyak digunakan oleh serangga-serangga darat dan beberapa
jenis serangga air, sedang sistem tertutup digunakan oleh serangga air, yang
tidak menggunakan spirakulum, antara lain untuk mencegah supaya jangan terjadi
evapotranspirasi.
Pada kepik
air (Belastomatidae) digunakan apa yang disebut "insang fisis" atau
physical gill digunakan untuk mengumpulkan gelembung, dan jaringan mengambil O2dari
dalam gelembung-gelembung udara yang disimpan. Jika tekanan parsial O2
menurun, tekanan udara di dalam air menjadi lebih besar, akan ada gerakan udara
dari dalam air ke dalam tubuh serangga, sehingga terkumpullah
gelembung-gelembung udara. Apabila di dalam gelembung udara yang disaring
tersebut sudah terkandung terlalu banyak N2, maka serangga akan
muncul ke permukaan dan membuka mulut.
Sebaliknya
terdapat juga serangga yang mampu tinggal lama di dalam air dengan bantuan
suatu organ yang disebut plastron, suatu filamen udara.Dengan alat ini maka CO2
yang terbentuk dibuang, dan O2 yang terlarut diambil
langsung.Bangunan ini sering juga disebut sebagai insang fisis khusus (special
physical gill).Karenanya serangga mampu bertahan di dalam air dalam jangka
waktu yang lebih lama.Serangga air juga ada yang memanfaatkan insang trakheal
(tracheal gill). (M. Abercrombie, 1993)
Menurut
Mattians, dkk (1998) dalam Ratningsih (2008), respirasi pada ikan berhubungan
luas dengan permukaan organ respirasi, darah, dan kemampuan dari organisme
untuk mendeteksi pengurangan oksigen pada lingkungan dan upaya penyesuaian
fisiologis untuk mengimbangi kekurangan oksigen. Sedangkan menurut Chahaya
(2003) dalam Ratningsih (2008), partikel-partikel bahan organic terlarut yang
ikut terhisap bersama air secara terus-menerus dapat mengganggu proses
respirasi pada ikan. Bereaksinya partikel tersebut dengan fraksi tertentu dari
lender insang menyebabkan lender yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi
lebih banyak sehingga terjadi penumpukan lendir yang menutupi lamella insang.
Berkurangnya oksigen terlarut dan terhambatnya proses respirasi pada ikan
mengakibatkan menurunnya laju konsumsi oksigen.
Menurut
Effendi (2003), sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang
terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis dari tumbuhan air
dan fitoplankton. Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi
secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi
karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan
air terjun. Namun, pada hakikatnya difusi oksigen dari atmosfer ke perairan
berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air. Oleh karena
itu, sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis.
Dilihat dari
jumlahnya, oksigen (O2) terlarut adalah salah satu jenis gas terlarut dalam air
dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah
nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya ikan, oksigen
menempati urutan teratas.Oksigen yang diperlukan ikan untuk pernafasannya harus
terlarut dalam air.Hanya jenis ikan tertentu, seperti lele, gurami, dan
tambakan yang mampu menghirup oksigen di udara bebas karena mempunyai alat
pernafasan tambahan (Kordi, 2004).
Atmosfer bumi
mengandung oksigen sekitar 210 ml/L. Oksigen merupakan salah satu gas yang
terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami
bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan
atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (alfifut) serta semakin kecil
tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Effendi, 2003).
Kandungan
oksigen terlarut (DO = Dissolved Oxygen) minimal 4 ppm (part per million).
Beberapa ikan hidup dengan baik pada kandungan oksigen kurang dari 4 ppm,
terutama ikan-ikan yang mempunyai alat pernafasan tambahan, yang
memungkinkannya mengambil oksigen langsung dari udara bebas seperti lele
(Clarias sp.), sepat (Trichogaster sp.), gabus (Channa striata), foman (Channa
micropeites), gurami (Osphronemus gouramy), tambakan (Helostoma femminoki), dan
betook (Anabas testudineus) (Kordi, 2008).
Menurut
Salmin (2005 ), kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa
faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air, dan udara
seperti arus, gelombang, dan pasang surut. Sedangkan menurut Odum (1971) dalam
Salmin (2005), menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah
dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas.
Pada lapisan permukaan kadar oksigen lebih tinggi karena adanya proses difusi
antara air dan udara.
Hubungan
antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi
suhu kelarutan oksigen semakin berkurang .Kelarutan oksigen dan gas-gas lain
juga berkurang dengan meningkatnya salinitas (Effendi, 2003).
Peningkatan
suhu mengakibatkan peningkatan viskositas reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga
menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, N2,
CH4, dan sebagainya (Huslam (1995) dalam Effendi (2003). Selain itu
peningkatan suhu juga meningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme
air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.Peningkatan suhu
perairan sebesar 100˚C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh
organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai
dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali
tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan
proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).
Oksigen yang
terlarut atau tersedia bagi hewan air jauh lebih sedikit daripada hewan darat
yang hidup dalam lingkungan dengan 21% oksigen (Ville, et. al, 1988).
Ikan dapat
hidup di dalam air dan mengkonsumsi oksigen karena ikan mempunyai insang.Insang
memberikan permukaan luas yang dibasahi oleh air. Oksigen yang terlarut di
dalam air akan berdifusi ke dalam sel-sel insang ke jaringan ke sebelah dalam
dari badan (Kimball, 1988).
D. Waktu dan tempat
Waktu : 10 Desember 2012, Jam 09.30
sampai selesai
Tempat : Di laboratorium PMIPA Biologi UR
E. Alat dan bahan
1.
Respirasi serangga
·
KOH 20 %
·
Larutan Brodie
·
Kapas
·
Pipet tetes
·
Mikrorespirometer
·
Kasa plastik
·
Water bath
2.
Respirasi ikan
·
Ikan mas (lebih kurang 15 gram)
·
Larutan thiosulfat Na2S23
·
Larutan H2 SO4 pekat
·
Larutan KOH-KI
·
Larutan MnSO4H2O
·
Larutan amilum %
·
Botol winkler (250 cc)
·
Erlenmeyer 300 cc
·
Erlenmeyer 250 cc
·
Botol untuk ikan percobaan (2L)
·
Pipet
·
Buret + statif
F. Prosedur kerja
1.
Respirasi serangga
1.
Alat mikrorespirometer terdiri tiga komponen
yaitu kran tiga arah, manometer berskala, dan tabung spesimen.
2.
Masukkanlah segumpalan kapas kecil kedalam
tabung spesimen (kira-kira 2 cm ), lalu teteskan larutan KOH 20% dengan pipet
ke kapas tadi hingga jenuh. Kemudian taruhlah guntingan kasa plastik (2 x 1 cm)
diatas kapas tadi dengan jarak kira-kira 0,5 cm, hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya kontak langsung antara hewan percobaan dan larutan KOH.
3.
Masukkan seekor hewan percobaab kedalam
tabung spesimen, lalu tabung spesimen dipasangkan ke kran 3 saluran dalam
keadaan saluran A-C terbuka (lihat gambar). Ambillah satu syringe (2 ml)
kondisi yang baik, lalu dipasang pada soket B dari kran 3 saluran dalam keadaan
saluran A-B terbuka. Letakkan alat yang telah terpasang ini pada posisi
horizontal, lalu putar kran pada posisi A sehingga saluran B-C terbuka. Dengan
menggunakan syringe masukkanlah secara perlahan larutan brodie pada ujung
tabung berskala sehingga terbentuk tetesan brodie yang panjangnya sekitar 1 cm
didala tabung kapiler tersebut.
4.
Bila tidak ada kebocoran dan alat terpasang
dengan benar, maka larutan brodie dalam tabung akan bergerak sesuai dengan
volume. Oksigen yang dikonsumsi oleh serangga. Catatlah perubahan letak larutan
brodie dalam interval waktu tertentu. Lakukan beberapa kali pencatatan dalam
selang waktu tertentu sehingga akan diperoleh nilai rata-rata perubahan letak
larutan brodie per satuan waktu (= volume O2 yang di konsumsi per
satuan waktu).
5.
Bila larutan brodie didalam tabung telah
mencapai panjang maksimum dari tabung kapiler, maka tetesan brodie ini dapat
dikembalikan ke posisi semula dengan
cara memutar alat pengatur keran 3 saluran ke posisi C (saluran A-B terbuka),
lalu pengisaap syringe ditekan dengan hati-hati sehingga tetesan brodie akan
bergeser ke posisi semula seperti pada awal percobaan (diujung tabung kapiler).
6.
Untuk mengetahui volume skala yang tertera
pada tabung perlu dilakukan kalibrasi. Mula-mula putar pengatur kran 3 saluran ke posisi B
(saluran A-C terbuka). Cabutlah syringe 2 ml dan gantilah dengan syringe 1 ml
yang skalanya 20 bagian dan berfungsi baik. Kemudian tarik plungernya pada
posisi 0,5 ml, lalu putar pengatur kran 3 saluran ke posisi C. Aturlah cairan
brodie agar terletak diujung tabung kapiler dan catat posisinya, lalu tariklah tetesan brodie itu sejauh mungkin
dengan cara menarik plunger syringe hingga posisi 1 ml dan catat pula posisi
cairan brodie. Perbedaan skala antara posisi pertama dan posisi kkedua dari cairan
brodie akan menunjukkan volume pergerakan cairan monometer.
2.
Respirasi ikan
A.
Tahap I
1.
Siapkan botol percobaan yang menyerupai
volume 2 liter seperti susunan alat pada gambar. 1. Bila botol tidak ada dapat
juga digunakan erlenmeyer besar (2L).
2.
Botol diisi air secukupnya, kemudian ikaan
dimassukkan kedalan botol percobaan.
3.
Botol ditutup dan air dialirkan kedalam nya
melalui saluran masuk, biarkan hingga
botol penuh dan air melimpah keluar. Tidak boleh ada gelembung udaraa didalam
botol.
4.
Ikan dibiarkan beberapa saat untuk
menyesuaikan diri didalam botol percobaan dengan air tetap mengalir. Untuk
mengurangi gangguan terhadap ikan akibat aktivitas disekitarnya, maka sebaiknya
disekeliling botol diberi tutup (pelindung).
5.
Kemudian
air yang keluar dari saluran keluar ditampung ke dalam botol winkler 250 ml
dengan mengalirkan nya lewat mulut botol. Hindarkan terjadinya percik air
maupun gelembung udara. Biarkanlah air meluap beberrapa saat, kemudian botol
winkler ditutup tanpa ada gelembung udara. Lalu segera ujung saluran SM dan SK
ditutup.
6.
Kadar O2 terlarut dalam air di
dalam botol winkler ditentukan dengan metode titrasi winkler. Hasilnya
merupakan kandungan O2 dalam botol percobaan pada T1.
7.
Setelah itu dengan interval waktu yang telah
ditentukan, misalnya setelah X jam dari pengambilan sampel air yang pertama
kali, klep penjepit saluran SM dan SK dibuka kerja no. 5 untuk memperoleh
sampel air kedua pada waktu T2 (=T1 = X).
8.
Kadar O2 terlarut ditentukan
seperti langkah no. 6 selanjutnya dilakukan penghitungan besar penggunaan O2
oleh ikan per jam.
9.
Jangan lupa setelah percobaan ikan harus
ditimbang (atau ditentukan volumenya).
B.
Tahap II
(Titrasi Winkler)
1.
Setelah air ditampung didalam tabung winkler,
botol winkler ditutup dan ditambahkan senyawa kimia yang diperlukan.
2.
Pertama siapkan 1 ml larutan MnSO4 dengaan
menggunakan pipet ukur, tutup botol winkler dibuka, lalu tambahkanlah larutan
Mnso4 tadi ke dalam botol. Penambahan dilakukan dengan memadukkan ujung pipet
ukurke bawah permukaan air dalam botol.
3.
Dengan cara yang sama (ujung pipet dibawah
permukaan air dalam botol), tambahkan pula larutan KOH-KI sebanyak 1ml.
4.
Botolditutup kembali dengan menghindarikan
terjadinya gelembung udara di dalam botol. Lalu dibolak-balik terus menerus
selama lebih dari 5 menit agar terjadi peningkatan O2 terlarut dengan sempurna.
5.
Setelah terjadi endapan, botol biarkan lebih
kurang 10 menit agar endapan yang terbentuk terkumpul didasar botol.
6.
Setelah itu kurang lebih 2 ml larutan
dipermukaan atas botol dibuang (jangan membawa endapan di dasar botol),
selanjutnya tambahkan 1 ml H2SO4
pekat dengan pipet ukur.
7.
Setelah botol ditutup, dibolak-balik kembali
hingga larutan menjai warna kuning coklat dan seluruh endapan telah larut.
Pindahkan 100 ml larutan tadi ke dalam labu titrasi (erlenmeyer) dengan
menggunakan gelas ukur. Larutan siapa ntuk di titrasi. Titrasi ini dilakukan 2
kali (duplo) masing-masing terhadap 100 ml larutan).
8.
Larutan dititrasi dengan Na2S2O3
hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning muda.
9.
Tamabahkan ke dalam larutan amilum 1%
sebanyak 4-5 tetes sehingga warna larutan menjadi biru tua.
10.
Pemakaian Na2S2O3
dicatat, dua kali rata-rata jumlah ml larutan thiosulfat yang terpakai ekivalen
dengan kadar oksigen terlarut (mg/l) dalam air, atau : (a mg/l x 0,698) = ml/l O2
Reaksi kimia
:
MnSO4 + 2 KOH Mn(OH)2 + K2SO4
2 Mn(OH)2 + O2 2
MnO (OH)2
2 Mn(OH)2 + 2 H2SO4 Mn (SO4)2 + 3 H2O
Mn (SO4)2 + I2 Mn
SO4 + K2 SO4
2 NaS2O3 + I2 Na2s4O6 +
2NaI
G. Hasil dan pembahasan
1.
Hasil
pengamatan respirasi serangga dan respirasi ikan
a. Serangga
1.
Jenis Serangga : Valanga nigricornis
Berat Badan :0,104 gra
Waktu
|
Skala
|
Kecepatan
|
0 - 2 menit
|
0 - 0,2 ml
|
0,00167 ml/s-1
|
2 - 4 menit
|
0,1 ml
|
0,00083 ml/s-1
|
4 - 6 menit
|
0,2 ml
|
0,00167 ml/s-1
|
6 - 8 menit
|
0,1 ml
|
0,00083 ml/s-1
|
8 -10 menit
|
0,1 ml
|
0,00083 ml/s-1
|
jumlah
|
0,7 ml
|
0,00583 ml/s-1
|
Rata - rata
|
0,14 ml
|
0,00023 ml/s-1
|
2.
Jenis serangga : Valanga nigricornis
Berat Badan : 0,120 gram
Waktu
|
Skala
|
Kecepatan
|
0 - 2 menit
|
0 - 0,3 ml
|
0,0025 ml/s-1
|
2 - 4 menit
|
0,2 ml
|
0,00167 ml/s-1
|
4 - 6 menit
|
0,2 ml
|
0,00167 ml/s-1
|
6 - 8 menit
|
0,1 ml
|
0,00083 ml/s-1
|
8 -10 menit
|
0,1 ml
|
0,00083 ml/s-1
|
jumlah
|
0,9 ml
|
0,00750 ml/s-1
|
Rata – rata
|
0,18 ml
|
0,0003 ml/s-1
|
b. Ikan
No.
|
Jenis
|
Waktu (menit)
|
Massa ikan (gram)
|
02 (ml)
|
O2 konsumsi
(ml)
|
Konsumsi O2 (ml/jam/gr)
|
|
sebelum
|
sesudah
|
||||||
1.
|
Cyprinus carpio
|
60
|
9,317
|
5,374
|
3,629
|
1,745
|
0,187
|
2.
|
Cyprinus carpio
|
30
|
6,215
|
3,6296
|
3,141
|
0,4886 x 2 = 0,9772
|
0,1572
|
3.
|
Cyprinus carpio
|
60
|
9,317
|
4,886
|
3,42
|
1,466
|
0,157
|
2. Pembahasan
1.
Respirasi serangga
Pada praktikum tentang respirasi,
kami menggunakan belalang yang dimasukkan ke dalam respirometer. Belalang ini
dimasukkan ke dalam tabung respirometer kemudian dimasukkan KOH 20% yang
berfungsi untuk mengikat CO2, namun KOH harus dibungkus terlebih dahulu dengan
menggunakan kapas sebelum dimasukkan ke dalam tabung. Hal ini dimaksudkan untuk
memisahkan belalang dengan zat kimia karena belalang akan mati bila bersentuhan
langsung dengan KOH. . Kemudian
pada ujung pipa kapiler diberi cairan methylen blue untuk memisahkan udara yang
ada di dalam tabung dan udara yang ada di luar tabung dan melihat laju
percepatan oksigen pada belalang dengan menghitung selang waktu selama 2 menit
dalam 5 kali pengulangan dengan total 10 menit atau 600 detik. Methylen blue juga
dapat digantikan dengan eosin yang berfungsi sebagai memisahkan udara yang ada
di dalam tabung dan udara yang ada di luar tabung dan melihat laju percepatan
oksigen.
Pernapasan
pada belalang dengan menggunakan trakea dimana udara yang ada masuk secara
difusi, penyebab terjadinya difusi pada belalang karena dalam proses respirasi
khususnya pada belalang, O2 agar dapat dipindahkan dari lingkungan
ke dalam tubuh melintasi membran respirasi yang permukaannya pada tiap serangga
tidak sama dan juga membran ini mengandung kapiler, sehingga agar masuk ke
dalam tubuh serangga harus melalui mekanisme difusi secara pasif. Sistem
pernapasan trakea pada serangga yaitu udara masuk melalui stigma, dan masuk ke
dalam trakea, terlebih dahulu udara ini disaring oleh rambut-rambut halus yang
terdapat pada stigma sehingga udara dan debu dapat dipisahkan. Karena adanya
kontraksi tubuh yang menjadikan tubuh serangga kembang kempis sehingga pembuluh
trakea ikut kembang kempis. Akibatnya udara dapat beredar keseluruh bagian sel
tubuh dan diedarkan oleh trakeolus yaitu cabang-cabang kecil trakea yang
menembus jaringan kecil. Pada proses respirasi ditandai dengan bergeraknya metylen
blue pada pipa kapiler.
Adapun reaksi yang terjadi antara
KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:
KOH + CO2
→ K2CO3 + H2O (Chang, 1996)
Pada serangga (belalang) terbukti bahwa penggunaan oksigen
dipengaruhi oleh berat badan/ ukuran badan. Semakin berat badan dari belalang
tersebut, maka laju metabolisme semakin cepat. Sehingga kebutuhan akan oksigen
semakin besar. Dapat dilihat pada tabel
pengamatan, penggunaan oksigen belalang seberat 0,104 gram dalam waktu 2
menit atau 120 detik pertama memiliki kecepatan sebesar 0,00167 ml/s-1
dengan jarak 0,2 ml. Selanjutnya menit ke2-4 ada
jarak atau skala 0,1 ml kecepatan respirasi serangga tersebut sebesar 0,00083
ml/s-1. Dalam kurun waktu, terjadi
penurunan kecepatan respirasi belalang yang diduga karena ketersediaan oksigen
yang dibutuhkan belalang didalam respirometer semakin berkurang. Sedangkan penggunaan
oksigen belalang seberat 0,120 gram pada menit pertama selama 2 menit atau 120
detik pertama mempunyai laju respirasi sebesar 0,0025 ml/s-1 dengan
jarak 0,3 ml . selanjutnya pada menit ke2-4
ada jarak atau skala 0,2 ml kecepatan respirasi belalang tersebut sebesar 0,00167
ml/s-1 . begitu juga pada menit 4-6.
Sedangkan pada menit 6-8 dan menit 8-10
hanya memiliki jarak 0,1 ml dengan laju
respirasi sebesar 0,00083 ml/s-1. Hal ini diduga karena ketersediaan oksigen yang dibutuhkan belalang
didalam respirometer semakin berkurang. Sehingga kecepatan respirasi belalang
juga menurun.
3.
Respirasi ikan
Berdasarkan hasil
pengamatan pada respirasi ikan mas (Cyprinus
scorpio)
Diperoleh
hasil konsumsi O2 selama 60 menit sebesar 0,187 ml/jam/gram dengan massa (berat)
ikan yakni 9,317 gram. Untuk massa ikan sebesar 6,215 gram selama 60 menit
mennggunakan oksigen sebesar 0,1572 ml/jam/gram. Sehingga dapat diketahui bahwa
semakin besar massa (berat) ikan maka semakin besar konsumsi atau kebutuhan
akan oksigen.
H. Kesimpulan
ü Laju
metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh
per satuan waktu (Seeley, 2002).
ü Laju
metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses
ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen
(Tobin, 2005).
ü Beberapa
faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies
hewan, ukuran badan, dan aktivitas (Tobin, 2005).
ü Proses
respirasi pada serangga, sama dengan pada organisme lain, merupakan proses
pengambilan oksigen (O2), untuk diproses dalam mitokhondria.
ü Ikan dapat
hidup di dalam air dan mengkonsumsi oksigen karena ikan mempunyai insang.Insang
memberikan permukaan luas yang dibasahi oleh air.
DAFTAR PUSTAKA
Ibayati, dkk. 1995. Biologi SMU. Ganexa Exact Bandung.
Bandung
Kimball, John. 1983. Biology, Fifth Edition, jilid 5. Terjemahan Prof. DR. Ir. H. Siti
Soetarmi T. dkk. Bogor: IPB Penerbitan Erlangga
Priwirohartono, S dan Suharjono,
H. 1996. Sains Biologi 3a. Bumi
Aksara. Jakarta
Seeley, R.R.,
T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology
fourth edition. McGraw-Hill
Companies
Suntoro, S.S. 1994. Anatomi
Hewan Materi Pokok Modul 1-6. Universitas Terbuka. Jakarta
Tobin, A.J. 2005. Asking About
Life. Thomson Brooks/Cole, Canada
Wulangi S. Kartolo. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan.
Bandung: ITB
Warsono. 2005. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. FKIP Unlam. Banjarmasin
LAPORAN PRAKTIKUM
Fisiologi
Hewan III
Oleh: Trisna Wati (III)
RESPIRASI
A. Judul
1.
Respirasi serangga
2.
Respirasi ikan
B. Tujuan dan manfaat
1.
Respirasi serangga
Tujuan: mengukur
penggunaan oksigen oleh serangga dalam selang waktu tertentu dengan menggunakan
alat mikrorespirometer
Manfaat: dapat
mengetahui cara mengukur penggunaan oksigen oleh serangga dalam selang waktu
tertu dengan menggunakan alat mikrorespirometer dan menambah wawasan praktikan
juga.
2.
Respirasi ikan
Tujuan: mengukur
konsumsi oksigen ikan dengan metode Winkler
Manfaat: dapat
mengetahui cara mengukur konsumsi
oksigen ikan dengan menggunakan metode Winkler dan menambah wawasan praktikan
juga.
C. Landasan teori
Laju
metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh
per satuan waktu (Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan erat dengan
respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul
makanan yang bergantung pada adanya oksigen (Tobin, 2005). Secara sederhana,
reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6
+ 6O2 → 6CO2 + 6H2O + ATP
(Tobin,
2005).
Laju
metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang
dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu.Hal ini memungkinkan karena oksidasi
dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk
menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya.Akan tetapi, laju
metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen.
Serangga
mempunyai alat pernapasan khusus berupa sistem trakea, yang terbuat dari pipa
yang becabang di seluruh tubuh, merupakan salah satu variasi dari permukaan
respirasi internal yang melipat-lipat dan pipa yang terbesar itulah yang
disebut trakea.Bagi seekor serangga kecil, proses difusi saja dapat membawa
cukup O2 dari udara ke sistem trakea dan membuang cukup CO2
untuk mendukung sistem respirasi seluler.Serangga yang lebih besar dengan
kebutuhan energi yang lebih tinggi memventilasi sistem trakeanya dengan
pergerakan tubuh berirama (ritmik) yang memampatkan dan mengembungkan pipa
udara seperti alat penghembus (Campbell, 2005).
Beberapa
faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies
hewan, ukuran badan, dan aktivitas (Tobin, 2005). Laju konsumsi oksigen dapat
ditentukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan
mikrorespirometer, metode Winkler, maupun respirometer Scholander.
Penggunaan
masing-masing cara didasarkan pada jenis hewan yang akan diukur laju konsumsi
oksigennya. Mikrorespirometer dipakai untuk mengukur konsumsi oksigen hewan
yang berukuran kecil seperti serangga atau laba-laba.
Metode
Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen yang terlarut
di dalam air (Anonim, wikipedia.org). Dalam metode ini, kadar Oksigen dalam air
ditentukan dengan cara titrasi. Titrasi merupakan penambahan suatu larutan yang
telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) ke dalam larutan lain yang
tidak diketahui konsentrasinya secara bertahap sampai terjadi kesetimbangan
(Chang, 1996).
Dengan metode
Wingkler, kita dapat mengetahui banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh hewan
air seperti ikan.
Menurut
Salmin (2005), oksigen terlarut (DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolism atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan
energy untuk pertumbuhan dan pembiakan. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen
akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas.
Sistem
pernapasan serangga sangat berbeda dengan sistem pernapasan pada hewan lain.
Melalui sejumlah percabangan saluran udara pada sistem trakea, oksigen langsung
dibawa ke jaringan, jadi tidak dilaksanakan melalui aliran darah.Distribusi
oksigen dan pengeluaran karbondioksida tidak dilakukan lewat sistem
peredaran.Tapi melalui difusi, oleh karena itu tubuh serangga pada umumnya
berukuran kecil (Darmadi goenarso, 2005).
Namun, pada
beberapa spesies, difusi ini dibantu dengan gerakan ritmis toraks atau
abdomen.Cara mengalirkan udara (ventilasi) seperti itu, misalnya pada belalang
yaitu spirakel dibuka dan ditutup bergantian, sehingga udara dapat masuk ke
tubuh lewat spirakel toraks dan keluar lewat spirakel abdomen.Selain itu,
serangga dapat mengendalikan laju masuknya oksigen ke jaringan. Bila terjadi
peningkatan aktivitas otot (pada saat terbang), akan terjadi penumpukan asam
laktat di jaringan. Akibatnya tekanan osmosis cairan jaringan meningkat hingga
cairan di trakeol terserap masuk, sehingga jalan udara lebih leluasa mencapai
jaringan dan difusi oksigen ke jaringan lebih cepat (Darmadi goenarso, 2005).
Proses
respirasi pada serangga, sama dengan pada organisme lain, merupakan proses
pengambilan oksigen (O2), untuk diproses dalam mitokhondria. Baik
serangga terestrial maupun akuatik membutuhkan O2 dan membuang CO2,
namun pada keduanya terdapat perbedaan jelas: di udara terdapat kl. 20%
oksigen, sedang di air 10%.Oleh karenanya kecepatan diffusinya juga berbeda, di
air 3 x 106 lebih kecil daripada kecepatan diffusi O2 di udara.
Sistem
pernafasan pada serangga mengenal dua sistem, yaitu sistem terbuka dan sistem
tertutup. Digunakan alat atau organ yang disebut spirakulum (spiracle), juga tabung-tabung trakhea dan trakheola.
Tekanan total dari udara sebenarnya merupakan jumlah tekanan gas N2,
O2, CO2 dan gas-gas lain. O2 sendiri masuk ke
dalam jaringan dengan satu proses tunggal yaitu adanya tekanan udara dalam
jaringan. Tekanan O2 dengan demikian harus lebih besar daripada
tekanan udara dalam jaringan, sebaliknya tekanan CO2 dalam jaringan
harus lebih besar dibanding yang ada di udara.
Pada umumnya
serangga akuatik kecil luas permukaan tubuhnya lebih besar daripada volumenya,
sehingga diffusi O2 dapat berjalan dengan baik berhubung luas
permukaan yang cukup untuk akomodasi aliran O2 dari luar
tubuh.Sebaliknya pada serangga yang ukurannya lebih besar, harus dibantu dengan
menggunakan kantung udara (air-sacs), yang mengumpulkan udara dengan mekanisme
kontraksi, yang harus didukung oleh suatu sistem pemanfaatan energi.Contohnya
pada beberapa jenis belalang yang mampu hidup di dalam air.
Sistem
respirasi terbuka banyak digunakan oleh serangga-serangga darat dan beberapa
jenis serangga air, sedang sistem tertutup digunakan oleh serangga air, yang
tidak menggunakan spirakulum, antara lain untuk mencegah supaya jangan terjadi
evapotranspirasi.
Pada kepik
air (Belastomatidae) digunakan apa yang disebut "insang fisis" atau
physical gill digunakan untuk mengumpulkan gelembung, dan jaringan mengambil O2dari
dalam gelembung-gelembung udara yang disimpan. Jika tekanan parsial O2
menurun, tekanan udara di dalam air menjadi lebih besar, akan ada gerakan udara
dari dalam air ke dalam tubuh serangga, sehingga terkumpullah
gelembung-gelembung udara. Apabila di dalam gelembung udara yang disaring
tersebut sudah terkandung terlalu banyak N2, maka serangga akan
muncul ke permukaan dan membuka mulut.
Sebaliknya
terdapat juga serangga yang mampu tinggal lama di dalam air dengan bantuan
suatu organ yang disebut plastron, suatu filamen udara.Dengan alat ini maka CO2
yang terbentuk dibuang, dan O2 yang terlarut diambil
langsung.Bangunan ini sering juga disebut sebagai insang fisis khusus (special
physical gill).Karenanya serangga mampu bertahan di dalam air dalam jangka
waktu yang lebih lama.Serangga air juga ada yang memanfaatkan insang trakheal
(tracheal gill). (M. Abercrombie, 1993)
Menurut
Mattians, dkk (1998) dalam Ratningsih (2008), respirasi pada ikan berhubungan
luas dengan permukaan organ respirasi, darah, dan kemampuan dari organisme
untuk mendeteksi pengurangan oksigen pada lingkungan dan upaya penyesuaian
fisiologis untuk mengimbangi kekurangan oksigen. Sedangkan menurut Chahaya
(2003) dalam Ratningsih (2008), partikel-partikel bahan organic terlarut yang
ikut terhisap bersama air secara terus-menerus dapat mengganggu proses
respirasi pada ikan. Bereaksinya partikel tersebut dengan fraksi tertentu dari
lender insang menyebabkan lender yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi
lebih banyak sehingga terjadi penumpukan lendir yang menutupi lamella insang.
Berkurangnya oksigen terlarut dan terhambatnya proses respirasi pada ikan
mengakibatkan menurunnya laju konsumsi oksigen.
Menurut
Effendi (2003), sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang
terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis dari tumbuhan air
dan fitoplankton. Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi
secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi
karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan
air terjun. Namun, pada hakikatnya difusi oksigen dari atmosfer ke perairan
berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air. Oleh karena
itu, sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis.
Dilihat dari
jumlahnya, oksigen (O2) terlarut adalah salah satu jenis gas terlarut dalam air
dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah
nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya ikan, oksigen
menempati urutan teratas.Oksigen yang diperlukan ikan untuk pernafasannya harus
terlarut dalam air.Hanya jenis ikan tertentu, seperti lele, gurami, dan
tambakan yang mampu menghirup oksigen di udara bebas karena mempunyai alat
pernafasan tambahan (Kordi, 2004).
Atmosfer bumi
mengandung oksigen sekitar 210 ml/L. Oksigen merupakan salah satu gas yang
terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami
bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan
atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (alfifut) serta semakin kecil
tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Effendi, 2003).
Kandungan
oksigen terlarut (DO = Dissolved Oxygen) minimal 4 ppm (part per million).
Beberapa ikan hidup dengan baik pada kandungan oksigen kurang dari 4 ppm,
terutama ikan-ikan yang mempunyai alat pernafasan tambahan, yang
memungkinkannya mengambil oksigen langsung dari udara bebas seperti lele
(Clarias sp.), sepat (Trichogaster sp.), gabus (Channa striata), foman (Channa
micropeites), gurami (Osphronemus gouramy), tambakan (Helostoma femminoki), dan
betook (Anabas testudineus) (Kordi, 2008).
Menurut
Salmin (2005 ), kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa
faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air, dan udara
seperti arus, gelombang, dan pasang surut. Sedangkan menurut Odum (1971) dalam
Salmin (2005), menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah
dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas.
Pada lapisan permukaan kadar oksigen lebih tinggi karena adanya proses difusi
antara air dan udara.
Hubungan
antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi
suhu kelarutan oksigen semakin berkurang .Kelarutan oksigen dan gas-gas lain
juga berkurang dengan meningkatnya salinitas (Effendi, 2003).
Peningkatan
suhu mengakibatkan peningkatan viskositas reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga
menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, N2,
CH4, dan sebagainya (Huslam (1995) dalam Effendi (2003). Selain itu
peningkatan suhu juga meningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme
air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.Peningkatan suhu
perairan sebesar 100˚C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh
organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai
dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali
tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan
proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).
Oksigen yang
terlarut atau tersedia bagi hewan air jauh lebih sedikit daripada hewan darat
yang hidup dalam lingkungan dengan 21% oksigen (Ville, et. al, 1988).
Ikan dapat
hidup di dalam air dan mengkonsumsi oksigen karena ikan mempunyai insang.Insang
memberikan permukaan luas yang dibasahi oleh air. Oksigen yang terlarut di
dalam air akan berdifusi ke dalam sel-sel insang ke jaringan ke sebelah dalam
dari badan (Kimball, 1988).
D. Waktu dan tempat
Waktu : 10 Desember 2012, Jam 09.30
sampai selesai
Tempat : Di laboratorium PMIPA Biologi UR
E. Alat dan bahan
1.
Respirasi serangga
·
KOH 20 %
·
Larutan Brodie
·
Kapas
·
Pipet tetes
·
Mikrorespirometer
·
Kasa plastik
·
Water bath
2.
Respirasi ikan
·
Ikan mas (lebih kurang 15 gram)
·
Larutan thiosulfat Na2S23
·
Larutan H2 SO4 pekat
·
Larutan KOH-KI
·
Larutan MnSO4H2O
·
Larutan amilum %
·
Botol winkler (250 cc)
·
Erlenmeyer 300 cc
·
Erlenmeyer 250 cc
·
Botol untuk ikan percobaan (2L)
·
Pipet
·
Buret + statif
F. Prosedur kerja
1.
Respirasi serangga
1.
Alat mikrorespirometer terdiri tiga komponen
yaitu kran tiga arah, manometer berskala, dan tabung spesimen.
2.
Masukkanlah segumpalan kapas kecil kedalam
tabung spesimen (kira-kira 2 cm ), lalu teteskan larutan KOH 20% dengan pipet
ke kapas tadi hingga jenuh. Kemudian taruhlah guntingan kasa plastik (2 x 1 cm)
diatas kapas tadi dengan jarak kira-kira 0,5 cm, hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya kontak langsung antara hewan percobaan dan larutan KOH.
3.
Masukkan seekor hewan percobaab kedalam
tabung spesimen, lalu tabung spesimen dipasangkan ke kran 3 saluran dalam
keadaan saluran A-C terbuka (lihat gambar). Ambillah satu syringe (2 ml)
kondisi yang baik, lalu dipasang pada soket B dari kran 3 saluran dalam keadaan
saluran A-B terbuka. Letakkan alat yang telah terpasang ini pada posisi
horizontal, lalu putar kran pada posisi A sehingga saluran B-C terbuka. Dengan
menggunakan syringe masukkanlah secara perlahan larutan brodie pada ujung
tabung berskala sehingga terbentuk tetesan brodie yang panjangnya sekitar 1 cm
didala tabung kapiler tersebut.
4.
Bila tidak ada kebocoran dan alat terpasang
dengan benar, maka larutan brodie dalam tabung akan bergerak sesuai dengan
volume. Oksigen yang dikonsumsi oleh serangga. Catatlah perubahan letak larutan
brodie dalam interval waktu tertentu. Lakukan beberapa kali pencatatan dalam
selang waktu tertentu sehingga akan diperoleh nilai rata-rata perubahan letak
larutan brodie per satuan waktu (= volume O2 yang di konsumsi per
satuan waktu).
5.
Bila larutan brodie didalam tabung telah
mencapai panjang maksimum dari tabung kapiler, maka tetesan brodie ini dapat
dikembalikan ke posisi semula dengan
cara memutar alat pengatur keran 3 saluran ke posisi C (saluran A-B terbuka),
lalu pengisaap syringe ditekan dengan hati-hati sehingga tetesan brodie akan
bergeser ke posisi semula seperti pada awal percobaan (diujung tabung kapiler).
6.
Untuk mengetahui volume skala yang tertera
pada tabung perlu dilakukan kalibrasi. Mula-mula putar pengatur kran 3 saluran ke posisi B
(saluran A-C terbuka). Cabutlah syringe 2 ml dan gantilah dengan syringe 1 ml
yang skalanya 20 bagian dan berfungsi baik. Kemudian tarik plungernya pada
posisi 0,5 ml, lalu putar pengatur kran 3 saluran ke posisi C. Aturlah cairan
brodie agar terletak diujung tabung kapiler dan catat posisinya, lalu tariklah tetesan brodie itu sejauh mungkin
dengan cara menarik plunger syringe hingga posisi 1 ml dan catat pula posisi
cairan brodie. Perbedaan skala antara posisi pertama dan posisi kkedua dari cairan
brodie akan menunjukkan volume pergerakan cairan monometer.
2.
Respirasi ikan
A.
Tahap I
1.
Siapkan botol percobaan yang menyerupai
volume 2 liter seperti susunan alat pada gambar. 1. Bila botol tidak ada dapat
juga digunakan erlenmeyer besar (2L).
2.
Botol diisi air secukupnya, kemudian ikaan
dimassukkan kedalan botol percobaan.
3.
Botol ditutup dan air dialirkan kedalam nya
melalui saluran masuk, biarkan hingga
botol penuh dan air melimpah keluar. Tidak boleh ada gelembung udaraa didalam
botol.
4.
Ikan dibiarkan beberapa saat untuk
menyesuaikan diri didalam botol percobaan dengan air tetap mengalir. Untuk
mengurangi gangguan terhadap ikan akibat aktivitas disekitarnya, maka sebaiknya
disekeliling botol diberi tutup (pelindung).
5.
Kemudian
air yang keluar dari saluran keluar ditampung ke dalam botol winkler 250 ml
dengan mengalirkan nya lewat mulut botol. Hindarkan terjadinya percik air
maupun gelembung udara. Biarkanlah air meluap beberrapa saat, kemudian botol
winkler ditutup tanpa ada gelembung udara. Lalu segera ujung saluran SM dan SK
ditutup.
6.
Kadar O2 terlarut dalam air di
dalam botol winkler ditentukan dengan metode titrasi winkler. Hasilnya
merupakan kandungan O2 dalam botol percobaan pada T1.
7.
Setelah itu dengan interval waktu yang telah
ditentukan, misalnya setelah X jam dari pengambilan sampel air yang pertama
kali, klep penjepit saluran SM dan SK dibuka kerja no. 5 untuk memperoleh
sampel air kedua pada waktu T2 (=T1 = X).
8.
Kadar O2 terlarut ditentukan
seperti langkah no. 6 selanjutnya dilakukan penghitungan besar penggunaan O2
oleh ikan per jam.
9.
Jangan lupa setelah percobaan ikan harus
ditimbang (atau ditentukan volumenya).
B.
Tahap II
(Titrasi Winkler)
1.
Setelah air ditampung didalam tabung winkler,
botol winkler ditutup dan ditambahkan senyawa kimia yang diperlukan.
2.
Pertama siapkan 1 ml larutan MnSO4 dengaan
menggunakan pipet ukur, tutup botol winkler dibuka, lalu tambahkanlah larutan
Mnso4 tadi ke dalam botol. Penambahan dilakukan dengan memadukkan ujung pipet
ukurke bawah permukaan air dalam botol.
3.
Dengan cara yang sama (ujung pipet dibawah
permukaan air dalam botol), tambahkan pula larutan KOH-KI sebanyak 1ml.
4.
Botolditutup kembali dengan menghindarikan
terjadinya gelembung udara di dalam botol. Lalu dibolak-balik terus menerus
selama lebih dari 5 menit agar terjadi peningkatan O2 terlarut dengan sempurna.
5.
Setelah terjadi endapan, botol biarkan lebih
kurang 10 menit agar endapan yang terbentuk terkumpul didasar botol.
6.
Setelah itu kurang lebih 2 ml larutan
dipermukaan atas botol dibuang (jangan membawa endapan di dasar botol),
selanjutnya tambahkan 1 ml H2SO4
pekat dengan pipet ukur.
7.
Setelah botol ditutup, dibolak-balik kembali
hingga larutan menjai warna kuning coklat dan seluruh endapan telah larut.
Pindahkan 100 ml larutan tadi ke dalam labu titrasi (erlenmeyer) dengan
menggunakan gelas ukur. Larutan siapa ntuk di titrasi. Titrasi ini dilakukan 2
kali (duplo) masing-masing terhadap 100 ml larutan).
8.
Larutan dititrasi dengan Na2S2O3
hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning muda.
9.
Tamabahkan ke dalam larutan amilum 1%
sebanyak 4-5 tetes sehingga warna larutan menjadi biru tua.
10.
Pemakaian Na2S2O3
dicatat, dua kali rata-rata jumlah ml larutan thiosulfat yang terpakai ekivalen
dengan kadar oksigen terlarut (mg/l) dalam air, atau : (a mg/l x 0,698) = ml/l O2
Reaksi kimia
:
MnSO4 + 2 KOH Mn(OH)2 + K2SO4
2 Mn(OH)2 + O2 2
MnO (OH)2
2 Mn(OH)2 + 2 H2SO4 Mn (SO4)2 + 3 H2O
Mn (SO4)2 + I2 Mn
SO4 + K2 SO4
2 NaS2O3 + I2 Na2s4O6 +
2NaI
G. Hasil dan pembahasan
1.
Hasil
pengamatan respirasi serangga dan respirasi ikan
a. Serangga
1.
Jenis Serangga : Valanga nigricornis
Berat Badan :0,104 gra
Waktu
|
Skala
|
Kecepatan
|
0 - 2 menit
|
0 - 0,2 ml
|
0,00167 ml/s-1
|
2 - 4 menit
|
0,1 ml
|
0,00083 ml/s-1
|
4 - 6 menit
|
0,2 ml
|
0,00167 ml/s-1
|
6 - 8 menit
|
0,1 ml
|
0,00083 ml/s-1
|
8 -10 menit
|
0,1 ml
|
0,00083 ml/s-1
|
jumlah
|
0,7 ml
|
0,00583 ml/s-1
|
Rata - rata
|
0,14 ml
|
0,00023 ml/s-1
|
2.
Jenis serangga : Valanga nigricornis
Berat Badan : 0,120 gram
Waktu
|
Skala
|
Kecepatan
|
0 - 2 menit
|
0 - 0,3 ml
|
0,0025 ml/s-1
|
2 - 4 menit
|
0,2 ml
|
0,00167 ml/s-1
|
4 - 6 menit
|
0,2 ml
|
0,00167 ml/s-1
|
6 - 8 menit
|
0,1 ml
|
0,00083 ml/s-1
|
8 -10 menit
|
0,1 ml
|
0,00083 ml/s-1
|
jumlah
|
0,9 ml
|
0,00750 ml/s-1
|
Rata – rata
|
0,18 ml
|
0,0003 ml/s-1
|
b. Ikan
No.
|
Jenis
|
Waktu (menit)
|
Massa ikan (gram)
|
02 (ml)
|
O2 konsumsi
(ml)
|
Konsumsi O2 (ml/jam/gr)
|
|
sebelum
|
sesudah
|
||||||
1.
|
Cyprinus carpio
|
60
|
9,317
|
5,374
|
3,629
|
1,745
|
0,187
|
2.
|
Cyprinus carpio
|
30
|
6,215
|
3,6296
|
3,141
|
0,4886 x 2 = 0,9772
|
0,1572
|
3.
|
Cyprinus carpio
|
60
|
9,317
|
4,886
|
3,42
|
1,466
|
0,157
|
2. Pembahasan
1.
Respirasi serangga
Pada praktikum tentang respirasi,
kami menggunakan belalang yang dimasukkan ke dalam respirometer. Belalang ini
dimasukkan ke dalam tabung respirometer kemudian dimasukkan KOH 20% yang
berfungsi untuk mengikat CO2, namun KOH harus dibungkus terlebih dahulu dengan
menggunakan kapas sebelum dimasukkan ke dalam tabung. Hal ini dimaksudkan untuk
memisahkan belalang dengan zat kimia karena belalang akan mati bila bersentuhan
langsung dengan KOH. . Kemudian
pada ujung pipa kapiler diberi cairan methylen blue untuk memisahkan udara yang
ada di dalam tabung dan udara yang ada di luar tabung dan melihat laju
percepatan oksigen pada belalang dengan menghitung selang waktu selama 2 menit
dalam 5 kali pengulangan dengan total 10 menit atau 600 detik. Methylen blue juga
dapat digantikan dengan eosin yang berfungsi sebagai memisahkan udara yang ada
di dalam tabung dan udara yang ada di luar tabung dan melihat laju percepatan
oksigen.
Pernapasan
pada belalang dengan menggunakan trakea dimana udara yang ada masuk secara
difusi, penyebab terjadinya difusi pada belalang karena dalam proses respirasi
khususnya pada belalang, O2 agar dapat dipindahkan dari lingkungan
ke dalam tubuh melintasi membran respirasi yang permukaannya pada tiap serangga
tidak sama dan juga membran ini mengandung kapiler, sehingga agar masuk ke
dalam tubuh serangga harus melalui mekanisme difusi secara pasif. Sistem
pernapasan trakea pada serangga yaitu udara masuk melalui stigma, dan masuk ke
dalam trakea, terlebih dahulu udara ini disaring oleh rambut-rambut halus yang
terdapat pada stigma sehingga udara dan debu dapat dipisahkan. Karena adanya
kontraksi tubuh yang menjadikan tubuh serangga kembang kempis sehingga pembuluh
trakea ikut kembang kempis. Akibatnya udara dapat beredar keseluruh bagian sel
tubuh dan diedarkan oleh trakeolus yaitu cabang-cabang kecil trakea yang
menembus jaringan kecil. Pada proses respirasi ditandai dengan bergeraknya metylen
blue pada pipa kapiler.
Adapun reaksi yang terjadi antara
KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:
KOH + CO2
→ K2CO3 + H2O (Chang, 1996)
Pada serangga (belalang) terbukti bahwa penggunaan oksigen
dipengaruhi oleh berat badan/ ukuran badan. Semakin berat badan dari belalang
tersebut, maka laju metabolisme semakin cepat. Sehingga kebutuhan akan oksigen
semakin besar. Dapat dilihat pada tabel
pengamatan, penggunaan oksigen belalang seberat 0,104 gram dalam waktu 2
menit atau 120 detik pertama memiliki kecepatan sebesar 0,00167 ml/s-1
dengan jarak 0,2 ml. Selanjutnya menit ke2-4 ada
jarak atau skala 0,1 ml kecepatan respirasi serangga tersebut sebesar 0,00083
ml/s-1. Dalam kurun waktu, terjadi
penurunan kecepatan respirasi belalang yang diduga karena ketersediaan oksigen
yang dibutuhkan belalang didalam respirometer semakin berkurang. Sedangkan penggunaan
oksigen belalang seberat 0,120 gram pada menit pertama selama 2 menit atau 120
detik pertama mempunyai laju respirasi sebesar 0,0025 ml/s-1 dengan
jarak 0,3 ml . selanjutnya pada menit ke2-4
ada jarak atau skala 0,2 ml kecepatan respirasi belalang tersebut sebesar 0,00167
ml/s-1 . begitu juga pada menit 4-6.
Sedangkan pada menit 6-8 dan menit 8-10
hanya memiliki jarak 0,1 ml dengan laju
respirasi sebesar 0,00083 ml/s-1. Hal ini diduga karena ketersediaan oksigen yang dibutuhkan belalang
didalam respirometer semakin berkurang. Sehingga kecepatan respirasi belalang
juga menurun.
3.
Respirasi ikan
Berdasarkan hasil
pengamatan pada respirasi ikan mas (Cyprinus
scorpio)
Diperoleh
hasil konsumsi O2 selama 60 menit sebesar 0,187 ml/jam/gram dengan massa (berat)
ikan yakni 9,317 gram. Untuk massa ikan sebesar 6,215 gram selama 60 menit
mennggunakan oksigen sebesar 0,1572 ml/jam/gram. Sehingga dapat diketahui bahwa
semakin besar massa (berat) ikan maka semakin besar konsumsi atau kebutuhan
akan oksigen.
H. Kesimpulan
ü Laju
metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh
per satuan waktu (Seeley, 2002).
ü Laju
metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses
ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen
(Tobin, 2005).
ü Beberapa
faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies
hewan, ukuran badan, dan aktivitas (Tobin, 2005).
ü Proses
respirasi pada serangga, sama dengan pada organisme lain, merupakan proses
pengambilan oksigen (O2), untuk diproses dalam mitokhondria.
ü Ikan dapat
hidup di dalam air dan mengkonsumsi oksigen karena ikan mempunyai insang.Insang
memberikan permukaan luas yang dibasahi oleh air.
DAFTAR PUSTAKA
Ibayati, dkk. 1995. Biologi SMU. Ganexa Exact Bandung.
Bandung
Kimball, John. 1983. Biology, Fifth Edition, jilid 5. Terjemahan Prof. DR. Ir. H. Siti
Soetarmi T. dkk. Bogor: IPB Penerbitan Erlangga
Priwirohartono, S dan Suharjono,
H. 1996. Sains Biologi 3a. Bumi
Aksara. Jakarta
Seeley, R.R.,
T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology
fourth edition. McGraw-Hill
Companies
Suntoro, S.S. 1994. Anatomi
Hewan Materi Pokok Modul 1-6. Universitas Terbuka. Jakarta
Tobin, A.J. 2005. Asking About
Life. Thomson Brooks/Cole, Canada
Wulangi S. Kartolo. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan.
Bandung: ITB
Warsono. 2005. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. FKIP Unlam. Banjarmasin
Langganan:
Postingan (Atom)