Senin, 12 Mei 2014

Terimakasih Semuanya

Hutan Larangan Adat Rumbio

 Tepat hari minggu tanggal 11 Mei 2014 aku berniat untuk survey lagi kelokasi Penelitian ku. Ya,,, lokasinya itu berada di dusun siboghia desa rumbio kecamatan kampar kabupaten kampar.





Jumat, 09 Mei 2014

PRAKTIKUM

LAPORAN PRAKTIKUM
Fisiologi Hewan III
Oleh: Trisna Wati (III)

RESPIRASI

A.   Judul
1.    Respirasi serangga
2.    Respirasi ikan

B.   Tujuan dan manfaat
1.    Respirasi serangga
Tujuan: mengukur penggunaan oksigen oleh serangga dalam selang waktu tertentu dengan menggunakan alat mikrorespirometer
Manfaat: dapat mengetahui cara mengukur penggunaan oksigen oleh serangga dalam selang waktu tertu dengan menggunakan alat mikrorespirometer dan menambah wawasan praktikan juga.
2.    Respirasi ikan
Tujuan: mengukur konsumsi oksigen ikan dengan metode Winkler
Manfaat: dapat mengetahui cara mengukur konsumsi oksigen ikan dengan menggunakan metode Winkler dan menambah wawasan praktikan juga.

C.   Landasan teori
Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh per satuan waktu (Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen (Tobin, 2005). Secara sederhana, reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O + ATP
(Tobin, 2005).
Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu.Hal ini memungkinkan karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya.Akan tetapi, laju metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen.
Serangga mempunyai alat pernapasan khusus berupa sistem trakea, yang terbuat dari pipa yang becabang di seluruh tubuh, merupakan salah satu variasi dari permukaan respirasi internal yang melipat-lipat dan pipa yang terbesar itulah yang disebut trakea.Bagi seekor serangga kecil, proses difusi saja dapat membawa cukup O2 dari udara ke sistem trakea dan membuang cukup CO2 untuk mendukung sistem respirasi seluler.Serangga yang lebih besar dengan kebutuhan energi yang lebih tinggi memventilasi sistem trakeanya dengan pergerakan tubuh berirama (ritmik) yang memampatkan dan mengembungkan pipa udara seperti alat penghembus (Campbell, 2005).
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies hewan, ukuran badan, dan aktivitas (Tobin, 2005). Laju konsumsi oksigen dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan mikrorespirometer, metode Winkler, maupun respirometer Scholander.
Penggunaan masing-masing cara didasarkan pada jenis hewan yang akan diukur laju konsumsi oksigennya. Mikrorespirometer dipakai untuk mengukur konsumsi oksigen hewan yang berukuran kecil seperti serangga atau laba-laba.
Metode Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen yang terlarut di dalam air (Anonim, wikipedia.org). Dalam metode ini, kadar Oksigen dalam air ditentukan dengan cara titrasi. Titrasi merupakan penambahan suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) ke dalam larutan lain yang tidak diketahui konsentrasinya secara bertahap sampai terjadi kesetimbangan (Chang, 1996).
Dengan metode Wingkler, kita dapat mengetahui banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh hewan air seperti ikan.
Menurut Salmin (2005), oksigen terlarut (DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolism atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energy untuk pertumbuhan dan pembiakan. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas.
Sistem pernapasan serangga sangat berbeda dengan sistem pernapasan pada hewan lain. Melalui sejumlah percabangan saluran udara pada sistem trakea, oksigen langsung dibawa ke jaringan, jadi tidak dilaksanakan melalui aliran darah.Distribusi oksigen dan pengeluaran karbondioksida tidak dilakukan lewat sistem peredaran.Tapi melalui difusi, oleh karena itu tubuh serangga pada umumnya berukuran kecil (Darmadi goenarso, 2005).
Namun, pada beberapa spesies, difusi ini dibantu dengan gerakan ritmis toraks atau abdomen.Cara mengalirkan udara (ventilasi) seperti itu, misalnya pada belalang yaitu spirakel dibuka dan ditutup bergantian, sehingga udara dapat masuk ke tubuh lewat spirakel toraks dan keluar lewat spirakel abdomen.Selain itu, serangga dapat mengendalikan laju masuknya oksigen ke jaringan. Bila terjadi peningkatan aktivitas otot (pada saat terbang), akan terjadi penumpukan asam laktat di jaringan. Akibatnya tekanan osmosis cairan jaringan meningkat hingga cairan di trakeol terserap masuk, sehingga jalan udara lebih leluasa mencapai jaringan dan difusi oksigen ke jaringan lebih cepat (Darmadi goenarso, 2005).
Proses respirasi pada serangga, sama dengan pada organisme lain, merupakan proses pengambilan oksigen (O2), untuk diproses dalam mitokhondria. Baik serangga terestrial maupun akuatik membutuhkan O2 dan membuang CO2, namun pada keduanya terdapat perbedaan jelas: di udara terdapat kl. 20% oksigen, sedang di air 10%.Oleh karenanya kecepatan diffusinya juga berbeda, di air 3 x 106 lebih kecil daripada kecepatan diffusi O2 di udara.
Sistem pernafasan pada serangga mengenal dua sistem, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Digunakan alat atau organ yang disebut spirakulum (spiracle),  juga tabung-tabung trakhea dan trakheola. Tekanan total dari udara sebenarnya merupakan jumlah tekanan gas N2, O2, CO2 dan gas-gas lain. O2 sendiri masuk ke dalam jaringan dengan satu proses tunggal yaitu adanya tekanan udara dalam jaringan. Tekanan O2 dengan demikian harus lebih besar daripada tekanan udara dalam jaringan, sebaliknya tekanan CO2 dalam jaringan harus lebih besar dibanding yang ada di udara.
Pada umumnya serangga akuatik kecil luas permukaan tubuhnya lebih besar daripada volumenya, sehingga diffusi O2 dapat berjalan dengan baik berhubung luas permukaan yang cukup untuk akomodasi aliran O2 dari luar tubuh.Sebaliknya pada serangga yang ukurannya lebih besar, harus dibantu dengan menggunakan kantung udara (air-sacs), yang mengumpulkan udara dengan mekanisme kontraksi, yang harus didukung oleh suatu sistem pemanfaatan energi.Contohnya pada beberapa jenis belalang yang mampu hidup di dalam air.
Sistem respirasi terbuka banyak digunakan oleh serangga-serangga darat dan beberapa jenis serangga air, sedang sistem tertutup digunakan oleh serangga air, yang tidak menggunakan spirakulum, antara lain untuk mencegah supaya jangan terjadi evapotranspirasi.
Pada kepik air (Belastomatidae) digunakan apa yang disebut "insang fisis" atau physical gill digunakan untuk mengumpulkan gelembung, dan jaringan mengambil O2dari dalam gelembung-gelembung udara yang disimpan. Jika tekanan parsial O2 menurun, tekanan udara di dalam air menjadi lebih besar, akan ada gerakan udara dari dalam air ke dalam tubuh serangga, sehingga terkumpullah gelembung-gelembung udara. Apabila di dalam gelembung udara yang disaring tersebut sudah terkandung terlalu banyak N2, maka serangga akan muncul ke permukaan dan membuka mulut.
Sebaliknya terdapat juga serangga yang mampu tinggal lama di dalam air dengan bantuan suatu organ yang disebut plastron, suatu filamen udara.Dengan alat ini maka CO2 yang terbentuk dibuang, dan O2 yang terlarut diambil langsung.Bangunan ini sering juga disebut sebagai insang fisis khusus (special physical gill).Karenanya serangga mampu bertahan di dalam air dalam jangka waktu yang lebih lama.Serangga air juga ada yang memanfaatkan insang trakheal (tracheal gill). (M. Abercrombie, 1993)
Menurut Mattians, dkk (1998) dalam Ratningsih (2008), respirasi pada ikan berhubungan luas dengan permukaan organ respirasi, darah, dan kemampuan dari organisme untuk mendeteksi pengurangan oksigen pada lingkungan dan upaya penyesuaian fisiologis untuk mengimbangi kekurangan oksigen. Sedangkan menurut Chahaya (2003) dalam Ratningsih (2008), partikel-partikel bahan organic terlarut yang ikut terhisap bersama air secara terus-menerus dapat mengganggu proses respirasi pada ikan. Bereaksinya partikel tersebut dengan fraksi tertentu dari lender insang menyebabkan lender yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi lebih banyak sehingga terjadi penumpukan lendir yang menutupi lamella insang. Berkurangnya oksigen terlarut dan terhambatnya proses respirasi pada ikan mengakibatkan menurunnya laju konsumsi oksigen.
Menurut Effendi (2003), sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis dari tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun. Namun, pada hakikatnya difusi oksigen dari atmosfer ke perairan berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air. Oleh karena itu, sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis.
Dilihat dari jumlahnya, oksigen (O2) terlarut adalah salah satu jenis gas terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya ikan, oksigen menempati urutan teratas.Oksigen yang diperlukan ikan untuk pernafasannya harus terlarut dalam air.Hanya jenis ikan tertentu, seperti lele, gurami, dan tambakan yang mampu menghirup oksigen di udara bebas karena mempunyai alat pernafasan tambahan (Kordi, 2004).
Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/L. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (alfifut) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Effendi, 2003).
Kandungan oksigen terlarut (DO = Dissolved Oxygen) minimal 4 ppm (part per million). Beberapa ikan hidup dengan baik pada kandungan oksigen kurang dari 4 ppm, terutama ikan-ikan yang mempunyai alat pernafasan tambahan, yang memungkinkannya mengambil oksigen langsung dari udara bebas seperti lele (Clarias sp.), sepat (Trichogaster sp.), gabus (Channa striata), foman (Channa micropeites), gurami (Osphronemus gouramy), tambakan (Helostoma femminoki), dan betook (Anabas testudineus) (Kordi, 2008).
Menurut Salmin (2005 ), kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air, dan udara seperti arus, gelombang, dan pasang surut. Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Salmin (2005), menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan kadar oksigen lebih tinggi karena adanya proses difusi antara air dan udara.
Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu kelarutan oksigen semakin berkurang .Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas (Effendi, 2003).
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas reaksi kimia, evaporasi  dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, N2, CH4, dan sebagainya (Huslam (1995) dalam Effendi (2003). Selain itu peningkatan suhu juga meningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.Peningkatan suhu perairan sebesar 100˚C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).
Oksigen yang terlarut atau tersedia bagi hewan air jauh lebih sedikit daripada hewan darat yang hidup dalam lingkungan dengan 21% oksigen (Ville, et. al, 1988).
Ikan dapat hidup di dalam air dan mengkonsumsi oksigen karena ikan mempunyai insang.Insang memberikan permukaan luas yang dibasahi oleh air. Oksigen yang terlarut di dalam air akan berdifusi ke dalam sel-sel insang ke jaringan ke sebelah dalam dari badan (Kimball, 1988).
D.   Waktu dan tempat
Waktu             : 10 Desember 2012, Jam 09.30 sampai selesai
Tempat           : Di laboratorium PMIPA Biologi UR
E.   Alat dan bahan
1.    Respirasi serangga


·         KOH 20 %
·         Larutan Brodie
·         Kapas
·         Pipet tetes
·         Mikrorespirometer
·         Kasa plastik
·         Water bath



2.    Respirasi ikan


·         Ikan mas (lebih kurang 15 gram)
·         Larutan thiosulfat Na2S23
·         Larutan H2 SO4 pekat
·         Larutan KOH-KI
·         Larutan MnSO4H2O
·         Larutan amilum %
·         Botol winkler (250 cc)
·         Erlenmeyer 300 cc
·         Erlenmeyer 250 cc
·         Botol untuk ikan percobaan (2L)
·         Pipet
·         Buret + statif




F.    Prosedur kerja
1.    Respirasi serangga
1.    Alat mikrorespirometer terdiri tiga komponen yaitu kran tiga arah, manometer berskala, dan tabung spesimen.
2.    Masukkanlah segumpalan kapas kecil kedalam tabung spesimen (kira-kira 2 cm ), lalu teteskan larutan KOH 20% dengan pipet ke kapas tadi hingga jenuh. Kemudian taruhlah guntingan kasa plastik (2 x 1 cm) diatas kapas tadi dengan jarak kira-kira 0,5 cm, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kontak langsung antara hewan percobaan dan larutan KOH.
3.    Masukkan seekor hewan percobaab kedalam tabung spesimen, lalu tabung spesimen dipasangkan ke kran 3 saluran dalam keadaan saluran A-C terbuka (lihat gambar). Ambillah satu syringe (2 ml) kondisi yang baik, lalu dipasang pada soket B dari kran 3 saluran dalam keadaan saluran A-B terbuka. Letakkan alat yang telah terpasang ini pada posisi horizontal, lalu putar kran pada posisi A sehingga saluran B-C terbuka. Dengan menggunakan syringe masukkanlah secara perlahan larutan brodie pada ujung tabung berskala sehingga terbentuk tetesan brodie yang panjangnya sekitar 1 cm didala tabung kapiler tersebut.
4.    Bila tidak ada kebocoran dan alat terpasang dengan benar, maka larutan brodie dalam tabung akan bergerak sesuai dengan volume. Oksigen yang dikonsumsi oleh serangga. Catatlah perubahan letak larutan brodie dalam interval waktu tertentu. Lakukan beberapa kali pencatatan dalam selang waktu tertentu sehingga akan diperoleh nilai rata-rata perubahan letak larutan brodie per satuan waktu (= volume O2 yang di konsumsi per satuan waktu).
5.    Bila larutan brodie didalam tabung telah mencapai panjang maksimum dari tabung kapiler, maka tetesan brodie ini dapat dikembalikan  ke posisi semula dengan cara memutar alat pengatur keran 3 saluran ke posisi C (saluran A-B terbuka), lalu pengisaap syringe ditekan dengan hati-hati sehingga tetesan brodie akan bergeser ke posisi semula seperti pada awal percobaan (diujung tabung kapiler).
6.    Untuk mengetahui volume skala yang tertera pada tabung perlu dilakukan kalibrasi. Mula-mula  putar pengatur kran 3 saluran ke posisi B (saluran A-C terbuka). Cabutlah syringe 2 ml dan gantilah dengan syringe 1 ml yang skalanya 20 bagian dan berfungsi baik. Kemudian tarik plungernya pada posisi 0,5 ml, lalu putar pengatur kran 3 saluran ke posisi C. Aturlah cairan brodie agar terletak diujung tabung kapiler dan catat posisinya, lalu  tariklah tetesan brodie itu sejauh mungkin dengan cara menarik plunger syringe hingga posisi 1 ml dan catat pula posisi cairan brodie. Perbedaan skala antara posisi pertama dan posisi kkedua dari cairan brodie akan menunjukkan volume pergerakan cairan monometer.  

2.    Respirasi ikan
A.   Tahap I
1.    Siapkan botol percobaan yang menyerupai volume 2 liter seperti susunan alat pada gambar. 1. Bila botol tidak ada dapat juga digunakan erlenmeyer besar (2L).
2.    Botol diisi air secukupnya, kemudian ikaan dimassukkan kedalan botol percobaan.
3.    Botol ditutup dan air dialirkan kedalam nya melalui saluran  masuk, biarkan hingga botol penuh dan air melimpah keluar. Tidak boleh ada gelembung udaraa didalam botol.
4.    Ikan dibiarkan beberapa saat untuk menyesuaikan diri didalam botol percobaan dengan air tetap mengalir. Untuk mengurangi gangguan terhadap ikan akibat aktivitas disekitarnya, maka sebaiknya disekeliling botol diberi tutup (pelindung).
5.     Kemudian air yang keluar dari saluran keluar ditampung ke dalam botol winkler 250 ml dengan mengalirkan nya lewat mulut botol. Hindarkan terjadinya percik air maupun gelembung udara. Biarkanlah air meluap beberrapa saat, kemudian botol winkler ditutup tanpa ada gelembung udara. Lalu segera ujung saluran SM dan SK ditutup.
6.    Kadar O2 terlarut dalam air di dalam botol winkler ditentukan dengan metode titrasi winkler. Hasilnya merupakan kandungan O2 dalam botol percobaan pada T1.
7.    Setelah itu dengan interval waktu yang telah ditentukan, misalnya setelah X jam dari pengambilan sampel air yang pertama kali, klep penjepit saluran SM dan SK dibuka kerja no. 5 untuk memperoleh sampel air kedua pada waktu T2 (=T1 = X).
8.    Kadar O2 terlarut ditentukan seperti langkah no. 6 selanjutnya dilakukan penghitungan besar penggunaan O2 oleh ikan per jam.
9.    Jangan lupa setelah percobaan ikan harus ditimbang (atau ditentukan volumenya).

B.   Tahap II (Titrasi Winkler)
1.    Setelah air ditampung didalam tabung winkler, botol winkler ditutup dan ditambahkan senyawa kimia yang diperlukan.
2.    Pertama siapkan 1 ml larutan MnSO4 dengaan menggunakan pipet ukur, tutup botol winkler dibuka, lalu tambahkanlah larutan Mnso4 tadi ke dalam botol. Penambahan dilakukan dengan memadukkan ujung pipet ukurke bawah permukaan air dalam botol.
3.    Dengan cara yang sama (ujung pipet dibawah permukaan air dalam botol), tambahkan pula larutan KOH-KI sebanyak 1ml.
4.    Botolditutup kembali dengan menghindarikan terjadinya gelembung udara di dalam botol. Lalu dibolak-balik terus menerus selama lebih dari 5 menit agar terjadi peningkatan O2  terlarut dengan sempurna.
5.    Setelah terjadi endapan, botol biarkan lebih kurang 10 menit agar endapan yang terbentuk terkumpul didasar botol.
6.    Setelah itu kurang lebih 2 ml larutan dipermukaan atas botol dibuang (jangan membawa endapan di dasar botol), selanjutnya tambahkan 1  ml H2SO4 pekat dengan pipet ukur.
7.    Setelah botol ditutup, dibolak-balik kembali hingga larutan menjai warna kuning coklat dan seluruh endapan telah larut. Pindahkan 100 ml larutan tadi ke dalam labu titrasi (erlenmeyer) dengan menggunakan gelas ukur. Larutan siapa ntuk di titrasi. Titrasi ini dilakukan 2 kali (duplo) masing-masing terhadap 100 ml larutan).
8.    Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning muda.
9.    Tamabahkan ke dalam larutan amilum 1% sebanyak 4-5 tetes sehingga warna larutan menjadi biru tua.
10. Pemakaian Na2S2O3 dicatat, dua kali rata-rata jumlah ml larutan thiosulfat yang terpakai ekivalen dengan kadar oksigen terlarut (mg/l) dalam air, atau : (a mg/l x 0,698) =  ml/l O2

Reaksi kimia :
MnSO4 + 2 KOH                                                       Mn(OH)2  +  K2SO4

2 Mn(OH)2 + O2                                                                   2 MnO (OH)2

2 Mn(OH)2 + 2 H2SO4                                                           Mn (SO4)2 + 3 H2O

Mn (SO4)2 +  I2                                                                              Mn SO4 + K2 SO4

2 NaS2O3  +  I2                                                                                 Na2s4O+  2NaI


G.   Hasil dan pembahasan

1.    Hasil pengamatan respirasi serangga dan respirasi ikan
a.    Serangga
Description: http://adearisandi.files.wordpress.com/2012/02/gambar-belalang.jpg

1.    Jenis Serangga  : Valanga nigricornis
Berat Badan        :0,104 gra
Waktu
Skala
Kecepatan
0 - 2 menit
0 - 0,2 ml
0,00167 ml/s-1
2 - 4 menit
0,1  ml
0,00083 ml/s-1
4 - 6 menit
0,2 ml
0,00167 ml/s-1
6 - 8 menit
0,1 ml
0,00083 ml/s-1
8 -10 menit
0,1 ml
0,00083 ml/s-1
jumlah
0,7 ml
0,00583 ml/s-1
Rata -  rata
0,14 ml
0,00023 ml/s-1

     
2.    Jenis serangga  : Valanga nigricornis
Berat Badan        : 0,120 gram
Waktu
Skala
Kecepatan
0 - 2 menit
0 - 0,3 ml
0,0025 ml/s-1
2 - 4 menit
0,2  ml
0,00167 ml/s-1
4 - 6 menit
0,2 ml
0,00167 ml/s-1
6 - 8 menit
0,1 ml
0,00083 ml/s-1
8 -10 menit
0,1 ml
0,00083 ml/s-1
jumlah
0,9 ml
0,00750 ml/s-1
Rata – rata
0,18 ml
0,0003 ml/s-1

b.    Ikan
Description: C:\Users\HP\Pictures\ikan mas, cryprinus carpio.jpg
No.
Jenis
Waktu (menit)
Massa ikan (gram)
02 (ml)
O2 konsumsi
(ml)
Konsumsi O2 (ml/jam/gr)
sebelum
sesudah
1.
Cyprinus carpio
60
9,317
5,374
3,629
1,745
0,187
2.
Cyprinus carpio
30
6,215
3,6296
3,141
0,4886 x 2 = 0,9772
0,1572
3.
Cyprinus carpio
60
9,317
4,886
3,42
1,466
0,157

2.    Pembahasan
1.    Respirasi serangga
            Pada praktikum tentang respirasi, kami menggunakan belalang yang dimasukkan ke dalam respirometer. Belalang ini dimasukkan ke dalam tabung respirometer kemudian dimasukkan KOH 20% yang berfungsi untuk mengikat CO2, namun KOH harus dibungkus terlebih dahulu dengan menggunakan kapas sebelum dimasukkan ke dalam tabung. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan belalang dengan zat kimia karena belalang akan mati bila bersentuhan langsung dengan KOH. . Kemudian pada ujung pipa kapiler diberi cairan methylen blue untuk memisahkan udara yang ada di dalam tabung dan udara yang ada di luar tabung dan melihat laju percepatan oksigen pada belalang dengan menghitung selang waktu selama 2 menit dalam 5 kali pengulangan dengan total 10 menit atau 600 detik. Methylen blue juga dapat digantikan dengan eosin yang berfungsi sebagai memisahkan udara yang ada di dalam tabung dan udara yang ada di luar tabung dan melihat laju percepatan oksigen.
            Pernapasan pada belalang dengan menggunakan trakea dimana udara yang ada masuk secara difusi, penyebab terjadinya difusi pada belalang karena dalam proses respirasi khususnya pada belalang, O2 agar dapat dipindahkan dari lingkungan ke dalam tubuh melintasi membran respirasi yang permukaannya pada tiap serangga tidak sama dan juga membran ini mengandung kapiler, sehingga agar masuk ke dalam tubuh serangga harus melalui mekanisme difusi secara pasif. Sistem pernapasan trakea pada serangga yaitu udara masuk melalui stigma, dan masuk ke dalam trakea, terlebih dahulu udara ini disaring oleh rambut-rambut halus yang terdapat pada stigma sehingga udara dan debu dapat dipisahkan. Karena adanya kontraksi tubuh yang menjadikan tubuh serangga kembang kempis sehingga pembuluh trakea ikut kembang kempis. Akibatnya udara dapat beredar keseluruh bagian sel tubuh dan diedarkan oleh trakeolus yaitu cabang-cabang kecil trakea yang menembus jaringan kecil. Pada proses respirasi ditandai dengan bergeraknya metylen blue pada pipa kapiler.
            Adapun reaksi yang terjadi antara KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:     
KOH + CO2 K2CO3 + H2O (Chang, 1996)

            Pada serangga (belalang) terbukti bahwa penggunaan oksigen dipengaruhi oleh berat badan/ ukuran badan. Semakin berat badan dari belalang tersebut, maka laju metabolisme semakin cepat. Sehingga kebutuhan akan oksigen semakin besar. Dapat dilihat pada tabel  pengamatan, penggunaan oksigen belalang seberat 0,104 gram dalam waktu 2 menit atau 120 detik pertama memiliki kecepatan sebesar 0,00167 ml/s-1 dengan jarak 0,2 ml. Selanjutnya menit ke2-4 ada jarak atau skala 0,1 ml kecepatan respirasi serangga tersebut sebesar 0,00083 ml/s-1. Dalam kurun waktu, terjadi penurunan kecepatan respirasi belalang yang diduga karena ketersediaan oksigen yang dibutuhkan belalang didalam respirometer semakin berkurang. Sedangkan penggunaan oksigen belalang seberat 0,120 gram pada menit pertama selama 2 menit atau 120 detik pertama mempunyai laju respirasi sebesar 0,0025 ml/s-1 dengan jarak 0,3 ml . selanjutnya pada menit ke2-4 ada jarak atau skala 0,2 ml kecepatan respirasi belalang tersebut sebesar 0,00167 ml/s-1 . begitu juga pada menit 4-6. Sedangkan pada menit 6-8 dan menit  8-10 hanya memiliki jarak 0,1 ml  dengan laju respirasi sebesar 0,00083 ml/s-1. Hal ini diduga karena ketersediaan oksigen yang dibutuhkan belalang didalam respirometer semakin berkurang. Sehingga kecepatan respirasi belalang juga menurun.

3.    Respirasi ikan
Berdasarkan hasil pengamatan pada respirasi ikan mas (Cyprinus scorpio)
Diperoleh hasil konsumsi O2 selama 60 menit sebesar 0,187 ml/jam/gram dengan massa (berat) ikan yakni 9,317 gram. Untuk massa ikan sebesar 6,215 gram selama 60 menit mennggunakan oksigen sebesar 0,1572 ml/jam/gram. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin besar massa (berat) ikan maka semakin besar konsumsi atau kebutuhan akan oksigen.
H.   Kesimpulan
ü  Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh per satuan waktu (Seeley, 2002).

ü  Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen (Tobin, 2005).

ü  Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies hewan, ukuran badan, dan aktivitas (Tobin, 2005).

ü  Proses respirasi pada serangga, sama dengan pada organisme lain, merupakan proses pengambilan oksigen (O2), untuk diproses dalam mitokhondria.

ü  Ikan dapat hidup di dalam air dan mengkonsumsi oksigen karena ikan mempunyai insang.Insang memberikan permukaan luas yang dibasahi oleh air.

DAFTAR PUSTAKA

Ibayati, dkk. 1995. Biologi SMU. Ganexa Exact Bandung. Bandung
Kimball, John. 1983. Biology, Fifth Edition, jilid 5. Terjemahan Prof. DR. Ir. H. Siti Soetarmi T. dkk. Bogor: IPB Penerbitan Erlangga

Priwirohartono, S dan Suharjono, H. 1996. Sains Biologi 3a. Bumi Aksara. Jakarta
Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology
fourth edition. McGraw-Hill Companies

Suntoro, S.S. 1994. Anatomi Hewan Materi Pokok Modul 1-6. Universitas Terbuka. Jakarta

Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole, Canada
Wulangi S. Kartolo. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Bandung: ITB
Warsono. 2005. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. FKIP Unlam. Banjarmasin







 LAPORAN PRAKTIKUM
Fisiologi Hewan III
Oleh: Trisna Wati (III)

RESPIRASI

A.   Judul
1.    Respirasi serangga
2.    Respirasi ikan

B.   Tujuan dan manfaat
1.    Respirasi serangga
Tujuan: mengukur penggunaan oksigen oleh serangga dalam selang waktu tertentu dengan menggunakan alat mikrorespirometer
Manfaat: dapat mengetahui cara mengukur penggunaan oksigen oleh serangga dalam selang waktu tertu dengan menggunakan alat mikrorespirometer dan menambah wawasan praktikan juga.
2.    Respirasi ikan
Tujuan: mengukur konsumsi oksigen ikan dengan metode Winkler
Manfaat: dapat mengetahui cara mengukur konsumsi oksigen ikan dengan menggunakan metode Winkler dan menambah wawasan praktikan juga.

C.   Landasan teori
Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh per satuan waktu (Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen (Tobin, 2005). Secara sederhana, reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O + ATP
(Tobin, 2005).
Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu.Hal ini memungkinkan karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya.Akan tetapi, laju metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen.
Serangga mempunyai alat pernapasan khusus berupa sistem trakea, yang terbuat dari pipa yang becabang di seluruh tubuh, merupakan salah satu variasi dari permukaan respirasi internal yang melipat-lipat dan pipa yang terbesar itulah yang disebut trakea.Bagi seekor serangga kecil, proses difusi saja dapat membawa cukup O2 dari udara ke sistem trakea dan membuang cukup CO2 untuk mendukung sistem respirasi seluler.Serangga yang lebih besar dengan kebutuhan energi yang lebih tinggi memventilasi sistem trakeanya dengan pergerakan tubuh berirama (ritmik) yang memampatkan dan mengembungkan pipa udara seperti alat penghembus (Campbell, 2005).
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies hewan, ukuran badan, dan aktivitas (Tobin, 2005). Laju konsumsi oksigen dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan mikrorespirometer, metode Winkler, maupun respirometer Scholander.
Penggunaan masing-masing cara didasarkan pada jenis hewan yang akan diukur laju konsumsi oksigennya. Mikrorespirometer dipakai untuk mengukur konsumsi oksigen hewan yang berukuran kecil seperti serangga atau laba-laba.
Metode Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen yang terlarut di dalam air (Anonim, wikipedia.org). Dalam metode ini, kadar Oksigen dalam air ditentukan dengan cara titrasi. Titrasi merupakan penambahan suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) ke dalam larutan lain yang tidak diketahui konsentrasinya secara bertahap sampai terjadi kesetimbangan (Chang, 1996).
Dengan metode Wingkler, kita dapat mengetahui banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh hewan air seperti ikan.
Menurut Salmin (2005), oksigen terlarut (DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolism atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energy untuk pertumbuhan dan pembiakan. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas.
Sistem pernapasan serangga sangat berbeda dengan sistem pernapasan pada hewan lain. Melalui sejumlah percabangan saluran udara pada sistem trakea, oksigen langsung dibawa ke jaringan, jadi tidak dilaksanakan melalui aliran darah.Distribusi oksigen dan pengeluaran karbondioksida tidak dilakukan lewat sistem peredaran.Tapi melalui difusi, oleh karena itu tubuh serangga pada umumnya berukuran kecil (Darmadi goenarso, 2005).
Namun, pada beberapa spesies, difusi ini dibantu dengan gerakan ritmis toraks atau abdomen.Cara mengalirkan udara (ventilasi) seperti itu, misalnya pada belalang yaitu spirakel dibuka dan ditutup bergantian, sehingga udara dapat masuk ke tubuh lewat spirakel toraks dan keluar lewat spirakel abdomen.Selain itu, serangga dapat mengendalikan laju masuknya oksigen ke jaringan. Bila terjadi peningkatan aktivitas otot (pada saat terbang), akan terjadi penumpukan asam laktat di jaringan. Akibatnya tekanan osmosis cairan jaringan meningkat hingga cairan di trakeol terserap masuk, sehingga jalan udara lebih leluasa mencapai jaringan dan difusi oksigen ke jaringan lebih cepat (Darmadi goenarso, 2005).
Proses respirasi pada serangga, sama dengan pada organisme lain, merupakan proses pengambilan oksigen (O2), untuk diproses dalam mitokhondria. Baik serangga terestrial maupun akuatik membutuhkan O2 dan membuang CO2, namun pada keduanya terdapat perbedaan jelas: di udara terdapat kl. 20% oksigen, sedang di air 10%.Oleh karenanya kecepatan diffusinya juga berbeda, di air 3 x 106 lebih kecil daripada kecepatan diffusi O2 di udara.
Sistem pernafasan pada serangga mengenal dua sistem, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Digunakan alat atau organ yang disebut spirakulum (spiracle),  juga tabung-tabung trakhea dan trakheola. Tekanan total dari udara sebenarnya merupakan jumlah tekanan gas N2, O2, CO2 dan gas-gas lain. O2 sendiri masuk ke dalam jaringan dengan satu proses tunggal yaitu adanya tekanan udara dalam jaringan. Tekanan O2 dengan demikian harus lebih besar daripada tekanan udara dalam jaringan, sebaliknya tekanan CO2 dalam jaringan harus lebih besar dibanding yang ada di udara.
Pada umumnya serangga akuatik kecil luas permukaan tubuhnya lebih besar daripada volumenya, sehingga diffusi O2 dapat berjalan dengan baik berhubung luas permukaan yang cukup untuk akomodasi aliran O2 dari luar tubuh.Sebaliknya pada serangga yang ukurannya lebih besar, harus dibantu dengan menggunakan kantung udara (air-sacs), yang mengumpulkan udara dengan mekanisme kontraksi, yang harus didukung oleh suatu sistem pemanfaatan energi.Contohnya pada beberapa jenis belalang yang mampu hidup di dalam air.
Sistem respirasi terbuka banyak digunakan oleh serangga-serangga darat dan beberapa jenis serangga air, sedang sistem tertutup digunakan oleh serangga air, yang tidak menggunakan spirakulum, antara lain untuk mencegah supaya jangan terjadi evapotranspirasi.
Pada kepik air (Belastomatidae) digunakan apa yang disebut "insang fisis" atau physical gill digunakan untuk mengumpulkan gelembung, dan jaringan mengambil O2dari dalam gelembung-gelembung udara yang disimpan. Jika tekanan parsial O2 menurun, tekanan udara di dalam air menjadi lebih besar, akan ada gerakan udara dari dalam air ke dalam tubuh serangga, sehingga terkumpullah gelembung-gelembung udara. Apabila di dalam gelembung udara yang disaring tersebut sudah terkandung terlalu banyak N2, maka serangga akan muncul ke permukaan dan membuka mulut.
Sebaliknya terdapat juga serangga yang mampu tinggal lama di dalam air dengan bantuan suatu organ yang disebut plastron, suatu filamen udara.Dengan alat ini maka CO2 yang terbentuk dibuang, dan O2 yang terlarut diambil langsung.Bangunan ini sering juga disebut sebagai insang fisis khusus (special physical gill).Karenanya serangga mampu bertahan di dalam air dalam jangka waktu yang lebih lama.Serangga air juga ada yang memanfaatkan insang trakheal (tracheal gill). (M. Abercrombie, 1993)
Menurut Mattians, dkk (1998) dalam Ratningsih (2008), respirasi pada ikan berhubungan luas dengan permukaan organ respirasi, darah, dan kemampuan dari organisme untuk mendeteksi pengurangan oksigen pada lingkungan dan upaya penyesuaian fisiologis untuk mengimbangi kekurangan oksigen. Sedangkan menurut Chahaya (2003) dalam Ratningsih (2008), partikel-partikel bahan organic terlarut yang ikut terhisap bersama air secara terus-menerus dapat mengganggu proses respirasi pada ikan. Bereaksinya partikel tersebut dengan fraksi tertentu dari lender insang menyebabkan lender yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi lebih banyak sehingga terjadi penumpukan lendir yang menutupi lamella insang. Berkurangnya oksigen terlarut dan terhambatnya proses respirasi pada ikan mengakibatkan menurunnya laju konsumsi oksigen.
Menurut Effendi (2003), sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis dari tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun. Namun, pada hakikatnya difusi oksigen dari atmosfer ke perairan berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air. Oleh karena itu, sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis.
Dilihat dari jumlahnya, oksigen (O2) terlarut adalah salah satu jenis gas terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya ikan, oksigen menempati urutan teratas.Oksigen yang diperlukan ikan untuk pernafasannya harus terlarut dalam air.Hanya jenis ikan tertentu, seperti lele, gurami, dan tambakan yang mampu menghirup oksigen di udara bebas karena mempunyai alat pernafasan tambahan (Kordi, 2004).
Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/L. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (alfifut) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Effendi, 2003).
Kandungan oksigen terlarut (DO = Dissolved Oxygen) minimal 4 ppm (part per million). Beberapa ikan hidup dengan baik pada kandungan oksigen kurang dari 4 ppm, terutama ikan-ikan yang mempunyai alat pernafasan tambahan, yang memungkinkannya mengambil oksigen langsung dari udara bebas seperti lele (Clarias sp.), sepat (Trichogaster sp.), gabus (Channa striata), foman (Channa micropeites), gurami (Osphronemus gouramy), tambakan (Helostoma femminoki), dan betook (Anabas testudineus) (Kordi, 2008).
Menurut Salmin (2005 ), kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air, dan udara seperti arus, gelombang, dan pasang surut. Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Salmin (2005), menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan kadar oksigen lebih tinggi karena adanya proses difusi antara air dan udara.
Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu kelarutan oksigen semakin berkurang .Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas (Effendi, 2003).
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas reaksi kimia, evaporasi  dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, N2, CH4, dan sebagainya (Huslam (1995) dalam Effendi (2003). Selain itu peningkatan suhu juga meningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.Peningkatan suhu perairan sebesar 100˚C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).
Oksigen yang terlarut atau tersedia bagi hewan air jauh lebih sedikit daripada hewan darat yang hidup dalam lingkungan dengan 21% oksigen (Ville, et. al, 1988).
Ikan dapat hidup di dalam air dan mengkonsumsi oksigen karena ikan mempunyai insang.Insang memberikan permukaan luas yang dibasahi oleh air. Oksigen yang terlarut di dalam air akan berdifusi ke dalam sel-sel insang ke jaringan ke sebelah dalam dari badan (Kimball, 1988).
D.   Waktu dan tempat
Waktu             : 10 Desember 2012, Jam 09.30 sampai selesai
Tempat           : Di laboratorium PMIPA Biologi UR
E.   Alat dan bahan
1.    Respirasi serangga

·         KOH 20 %
·         Larutan Brodie
·         Kapas
·         Pipet tetes
·         Mikrorespirometer
·         Kasa plastik
·         Water bath


2.    Respirasi ikan

·         Ikan mas (lebih kurang 15 gram)
·         Larutan thiosulfat Na2S23
·         Larutan H2 SO4 pekat
·         Larutan KOH-KI
·         Larutan MnSO4H2O
·         Larutan amilum %
·         Botol winkler (250 cc)
·         Erlenmeyer 300 cc
·         Erlenmeyer 250 cc
·         Botol untuk ikan percobaan (2L)
·         Pipet
·         Buret + statif


F.    Prosedur kerja
1.    Respirasi serangga
1.    Alat mikrorespirometer terdiri tiga komponen yaitu kran tiga arah, manometer berskala, dan tabung spesimen.
2.    Masukkanlah segumpalan kapas kecil kedalam tabung spesimen (kira-kira 2 cm ), lalu teteskan larutan KOH 20% dengan pipet ke kapas tadi hingga jenuh. Kemudian taruhlah guntingan kasa plastik (2 x 1 cm) diatas kapas tadi dengan jarak kira-kira 0,5 cm, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kontak langsung antara hewan percobaan dan larutan KOH.
3.    Masukkan seekor hewan percobaab kedalam tabung spesimen, lalu tabung spesimen dipasangkan ke kran 3 saluran dalam keadaan saluran A-C terbuka (lihat gambar). Ambillah satu syringe (2 ml) kondisi yang baik, lalu dipasang pada soket B dari kran 3 saluran dalam keadaan saluran A-B terbuka. Letakkan alat yang telah terpasang ini pada posisi horizontal, lalu putar kran pada posisi A sehingga saluran B-C terbuka. Dengan menggunakan syringe masukkanlah secara perlahan larutan brodie pada ujung tabung berskala sehingga terbentuk tetesan brodie yang panjangnya sekitar 1 cm didala tabung kapiler tersebut.
4.    Bila tidak ada kebocoran dan alat terpasang dengan benar, maka larutan brodie dalam tabung akan bergerak sesuai dengan volume. Oksigen yang dikonsumsi oleh serangga. Catatlah perubahan letak larutan brodie dalam interval waktu tertentu. Lakukan beberapa kali pencatatan dalam selang waktu tertentu sehingga akan diperoleh nilai rata-rata perubahan letak larutan brodie per satuan waktu (= volume O2 yang di konsumsi per satuan waktu).
5.    Bila larutan brodie didalam tabung telah mencapai panjang maksimum dari tabung kapiler, maka tetesan brodie ini dapat dikembalikan  ke posisi semula dengan cara memutar alat pengatur keran 3 saluran ke posisi C (saluran A-B terbuka), lalu pengisaap syringe ditekan dengan hati-hati sehingga tetesan brodie akan bergeser ke posisi semula seperti pada awal percobaan (diujung tabung kapiler).
6.    Untuk mengetahui volume skala yang tertera pada tabung perlu dilakukan kalibrasi. Mula-mula  putar pengatur kran 3 saluran ke posisi B (saluran A-C terbuka). Cabutlah syringe 2 ml dan gantilah dengan syringe 1 ml yang skalanya 20 bagian dan berfungsi baik. Kemudian tarik plungernya pada posisi 0,5 ml, lalu putar pengatur kran 3 saluran ke posisi C. Aturlah cairan brodie agar terletak diujung tabung kapiler dan catat posisinya, lalu  tariklah tetesan brodie itu sejauh mungkin dengan cara menarik plunger syringe hingga posisi 1 ml dan catat pula posisi cairan brodie. Perbedaan skala antara posisi pertama dan posisi kkedua dari cairan brodie akan menunjukkan volume pergerakan cairan monometer.  

2.    Respirasi ikan
A.   Tahap I
1.    Siapkan botol percobaan yang menyerupai volume 2 liter seperti susunan alat pada gambar. 1. Bila botol tidak ada dapat juga digunakan erlenmeyer besar (2L).
2.    Botol diisi air secukupnya, kemudian ikaan dimassukkan kedalan botol percobaan.
3.    Botol ditutup dan air dialirkan kedalam nya melalui saluran  masuk, biarkan hingga botol penuh dan air melimpah keluar. Tidak boleh ada gelembung udaraa didalam botol.
4.    Ikan dibiarkan beberapa saat untuk menyesuaikan diri didalam botol percobaan dengan air tetap mengalir. Untuk mengurangi gangguan terhadap ikan akibat aktivitas disekitarnya, maka sebaiknya disekeliling botol diberi tutup (pelindung).
5.     Kemudian air yang keluar dari saluran keluar ditampung ke dalam botol winkler 250 ml dengan mengalirkan nya lewat mulut botol. Hindarkan terjadinya percik air maupun gelembung udara. Biarkanlah air meluap beberrapa saat, kemudian botol winkler ditutup tanpa ada gelembung udara. Lalu segera ujung saluran SM dan SK ditutup.
6.    Kadar O2 terlarut dalam air di dalam botol winkler ditentukan dengan metode titrasi winkler. Hasilnya merupakan kandungan O2 dalam botol percobaan pada T1.
7.    Setelah itu dengan interval waktu yang telah ditentukan, misalnya setelah X jam dari pengambilan sampel air yang pertama kali, klep penjepit saluran SM dan SK dibuka kerja no. 5 untuk memperoleh sampel air kedua pada waktu T2 (=T1 = X).
8.    Kadar O2 terlarut ditentukan seperti langkah no. 6 selanjutnya dilakukan penghitungan besar penggunaan O2 oleh ikan per jam.
9.    Jangan lupa setelah percobaan ikan harus ditimbang (atau ditentukan volumenya).

B.   Tahap II (Titrasi Winkler)
1.    Setelah air ditampung didalam tabung winkler, botol winkler ditutup dan ditambahkan senyawa kimia yang diperlukan.
2.    Pertama siapkan 1 ml larutan MnSO4 dengaan menggunakan pipet ukur, tutup botol winkler dibuka, lalu tambahkanlah larutan Mnso4 tadi ke dalam botol. Penambahan dilakukan dengan memadukkan ujung pipet ukurke bawah permukaan air dalam botol.
3.    Dengan cara yang sama (ujung pipet dibawah permukaan air dalam botol), tambahkan pula larutan KOH-KI sebanyak 1ml.
4.    Botolditutup kembali dengan menghindarikan terjadinya gelembung udara di dalam botol. Lalu dibolak-balik terus menerus selama lebih dari 5 menit agar terjadi peningkatan O2  terlarut dengan sempurna.
5.    Setelah terjadi endapan, botol biarkan lebih kurang 10 menit agar endapan yang terbentuk terkumpul didasar botol.
6.    Setelah itu kurang lebih 2 ml larutan dipermukaan atas botol dibuang (jangan membawa endapan di dasar botol), selanjutnya tambahkan 1  ml H2SO4 pekat dengan pipet ukur.
7.    Setelah botol ditutup, dibolak-balik kembali hingga larutan menjai warna kuning coklat dan seluruh endapan telah larut. Pindahkan 100 ml larutan tadi ke dalam labu titrasi (erlenmeyer) dengan menggunakan gelas ukur. Larutan siapa ntuk di titrasi. Titrasi ini dilakukan 2 kali (duplo) masing-masing terhadap 100 ml larutan).
8.    Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning muda.
9.    Tamabahkan ke dalam larutan amilum 1% sebanyak 4-5 tetes sehingga warna larutan menjadi biru tua.
10. Pemakaian Na2S2O3 dicatat, dua kali rata-rata jumlah ml larutan thiosulfat yang terpakai ekivalen dengan kadar oksigen terlarut (mg/l) dalam air, atau : (a mg/l x 0,698) =  ml/l O2

Reaksi kimia :
MnSO4 + 2 KOH                                                       Mn(OH)2  +  K2SO4

2 Mn(OH)2 + O2                                                                   2 MnO (OH)2

2 Mn(OH)2 + 2 H2SO4                                                           Mn (SO4)2 + 3 H2O

Mn (SO4)2 +  I2                                                                              Mn SO4 + K2 SO4

2 NaS2O3  +  I2                                                                                 Na2s4O+  2NaI


G.   Hasil dan pembahasan

1.    Hasil pengamatan respirasi serangga dan respirasi ikan
a.    Serangga
Description: http://adearisandi.files.wordpress.com/2012/02/gambar-belalang.jpg

1.    Jenis Serangga  : Valanga nigricornis
Berat Badan        :0,104 gra
Waktu
Skala
Kecepatan
0 - 2 menit
0 - 0,2 ml
0,00167 ml/s-1
2 - 4 menit
0,1  ml
0,00083 ml/s-1
4 - 6 menit
0,2 ml
0,00167 ml/s-1
6 - 8 menit
0,1 ml
0,00083 ml/s-1
8 -10 menit
0,1 ml
0,00083 ml/s-1
jumlah
0,7 ml
0,00583 ml/s-1
Rata -  rata
0,14 ml
0,00023 ml/s-1

     
2.    Jenis serangga  : Valanga nigricornis
Berat Badan        : 0,120 gram
Waktu
Skala
Kecepatan
0 - 2 menit
0 - 0,3 ml
0,0025 ml/s-1
2 - 4 menit
0,2  ml
0,00167 ml/s-1
4 - 6 menit
0,2 ml
0,00167 ml/s-1
6 - 8 menit
0,1 ml
0,00083 ml/s-1
8 -10 menit
0,1 ml
0,00083 ml/s-1
jumlah
0,9 ml
0,00750 ml/s-1
Rata – rata
0,18 ml
0,0003 ml/s-1

b.    Ikan
Description: C:\Users\HP\Pictures\ikan mas, cryprinus carpio.jpg
No.
Jenis
Waktu (menit)
Massa ikan (gram)
02 (ml)
O2 konsumsi
(ml)
Konsumsi O2 (ml/jam/gr)
sebelum
sesudah
1.
Cyprinus carpio
60
9,317
5,374
3,629
1,745
0,187
2.
Cyprinus carpio
30
6,215
3,6296
3,141
0,4886 x 2 = 0,9772
0,1572
3.
Cyprinus carpio
60
9,317
4,886
3,42
1,466
0,157

2.    Pembahasan
1.    Respirasi serangga
            Pada praktikum tentang respirasi, kami menggunakan belalang yang dimasukkan ke dalam respirometer. Belalang ini dimasukkan ke dalam tabung respirometer kemudian dimasukkan KOH 20% yang berfungsi untuk mengikat CO2, namun KOH harus dibungkus terlebih dahulu dengan menggunakan kapas sebelum dimasukkan ke dalam tabung. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan belalang dengan zat kimia karena belalang akan mati bila bersentuhan langsung dengan KOH. . Kemudian pada ujung pipa kapiler diberi cairan methylen blue untuk memisahkan udara yang ada di dalam tabung dan udara yang ada di luar tabung dan melihat laju percepatan oksigen pada belalang dengan menghitung selang waktu selama 2 menit dalam 5 kali pengulangan dengan total 10 menit atau 600 detik. Methylen blue juga dapat digantikan dengan eosin yang berfungsi sebagai memisahkan udara yang ada di dalam tabung dan udara yang ada di luar tabung dan melihat laju percepatan oksigen.
            Pernapasan pada belalang dengan menggunakan trakea dimana udara yang ada masuk secara difusi, penyebab terjadinya difusi pada belalang karena dalam proses respirasi khususnya pada belalang, O2 agar dapat dipindahkan dari lingkungan ke dalam tubuh melintasi membran respirasi yang permukaannya pada tiap serangga tidak sama dan juga membran ini mengandung kapiler, sehingga agar masuk ke dalam tubuh serangga harus melalui mekanisme difusi secara pasif. Sistem pernapasan trakea pada serangga yaitu udara masuk melalui stigma, dan masuk ke dalam trakea, terlebih dahulu udara ini disaring oleh rambut-rambut halus yang terdapat pada stigma sehingga udara dan debu dapat dipisahkan. Karena adanya kontraksi tubuh yang menjadikan tubuh serangga kembang kempis sehingga pembuluh trakea ikut kembang kempis. Akibatnya udara dapat beredar keseluruh bagian sel tubuh dan diedarkan oleh trakeolus yaitu cabang-cabang kecil trakea yang menembus jaringan kecil. Pada proses respirasi ditandai dengan bergeraknya metylen blue pada pipa kapiler.
            Adapun reaksi yang terjadi antara KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:     
KOH + CO2 K2CO3 + H2O (Chang, 1996)

            Pada serangga (belalang) terbukti bahwa penggunaan oksigen dipengaruhi oleh berat badan/ ukuran badan. Semakin berat badan dari belalang tersebut, maka laju metabolisme semakin cepat. Sehingga kebutuhan akan oksigen semakin besar. Dapat dilihat pada tabel  pengamatan, penggunaan oksigen belalang seberat 0,104 gram dalam waktu 2 menit atau 120 detik pertama memiliki kecepatan sebesar 0,00167 ml/s-1 dengan jarak 0,2 ml. Selanjutnya menit ke2-4 ada jarak atau skala 0,1 ml kecepatan respirasi serangga tersebut sebesar 0,00083 ml/s-1. Dalam kurun waktu, terjadi penurunan kecepatan respirasi belalang yang diduga karena ketersediaan oksigen yang dibutuhkan belalang didalam respirometer semakin berkurang. Sedangkan penggunaan oksigen belalang seberat 0,120 gram pada menit pertama selama 2 menit atau 120 detik pertama mempunyai laju respirasi sebesar 0,0025 ml/s-1 dengan jarak 0,3 ml . selanjutnya pada menit ke2-4 ada jarak atau skala 0,2 ml kecepatan respirasi belalang tersebut sebesar 0,00167 ml/s-1 . begitu juga pada menit 4-6. Sedangkan pada menit 6-8 dan menit  8-10 hanya memiliki jarak 0,1 ml  dengan laju respirasi sebesar 0,00083 ml/s-1. Hal ini diduga karena ketersediaan oksigen yang dibutuhkan belalang didalam respirometer semakin berkurang. Sehingga kecepatan respirasi belalang juga menurun.

3.    Respirasi ikan
Berdasarkan hasil pengamatan pada respirasi ikan mas (Cyprinus scorpio)
Diperoleh hasil konsumsi O2 selama 60 menit sebesar 0,187 ml/jam/gram dengan massa (berat) ikan yakni 9,317 gram. Untuk massa ikan sebesar 6,215 gram selama 60 menit mennggunakan oksigen sebesar 0,1572 ml/jam/gram. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin besar massa (berat) ikan maka semakin besar konsumsi atau kebutuhan akan oksigen.
H.   Kesimpulan
ü  Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh per satuan waktu (Seeley, 2002).

ü  Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen (Tobin, 2005).

ü  Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies hewan, ukuran badan, dan aktivitas (Tobin, 2005).

ü  Proses respirasi pada serangga, sama dengan pada organisme lain, merupakan proses pengambilan oksigen (O2), untuk diproses dalam mitokhondria.

ü  Ikan dapat hidup di dalam air dan mengkonsumsi oksigen karena ikan mempunyai insang.Insang memberikan permukaan luas yang dibasahi oleh air.

DAFTAR PUSTAKA

Ibayati, dkk. 1995. Biologi SMU. Ganexa Exact Bandung. Bandung
Kimball, John. 1983. Biology, Fifth Edition, jilid 5. Terjemahan Prof. DR. Ir. H. Siti Soetarmi T. dkk. Bogor: IPB Penerbitan Erlangga

Priwirohartono, S dan Suharjono, H. 1996. Sains Biologi 3a. Bumi Aksara. Jakarta
Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology
fourth edition. McGraw-Hill Companies

Suntoro, S.S. 1994. Anatomi Hewan Materi Pokok Modul 1-6. Universitas Terbuka. Jakarta

Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole, Canada
Wulangi S. Kartolo. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Bandung: ITB
Warsono. 2005. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. FKIP Unlam. Banjarmasin